Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Australia Didesak Terima Kembali 22 Wanita dan 44 Anak-anak yang Pernah Gabung ISIS

Kompas.com - 01/10/2019, 23:11 WIB
Agni Vidya Perdana

Editor

AL-HAWL, KOMPAS.com - Pemerintah Australia didesak untuk mau menerima kembali warganya yang pernah hidup di bawah kekuasaan kelompok teroris ISIS, yang kini berada dalam kamp pengungsi dan penjara di Suriah.

Desakan itu datang dari Pasukan Demokratik Suriah (SDF) Kurdi, menyusul laporan investigasi program Four Corners dari ABC.

Dilaporkan bahwa ada sebanyak 20 wanita dan 44 anak-anak berkewarganegaraan Australia yang kini ditahan di Suriah.

Desakan SDF, menurut pemuka Kurdi Mustafa Bali, dilandasi oleh kurangnya sumber daya kelompok Kurdi untuk merawat para tahanan.

"Masyarakat internasional perlu memenuhi tanggung jawab mereka atas masalah yang ditimbulkan ISIS," katanya.

Baca juga: Pengantin ISIS Shamima Begum Tidak Akan Diizinkan Pulang ke Inggris

"Uang yang kami belanjakan untuk para tahanan ini, kami ambilkan dari gaji dan dari anak-anak kami, lalu memberikannya kepada orang yang tadinya membunuh kami," ujar Mustafa.

SDF yang didirikan tahun 2015 merupakan kelompok paramiliter yang didukung AS dari wilayah Kurdi di Suriah.

Selama empat tahun, pasukan ini berperang melawan ISIS dan merupakan pasukan darat utama yang berperan penting atas kekalahan kelompok teroris itu pada awal 2019.

Sejak meraih kemenangan, SDF telah menahan ribuan warga asing pendukung ISIS termasuk asal Australia.

Menurut Mustafa, biaya yang dikeluarkan SDF untuk mengelola kamp al-Hawl sekitar 50 dolar AS (sekitar Rp 700.000) per orang per hari, sementara bantuan yang diterima SDF sangat minim.

Baca juga: Malaysia Tangkap 15 Orang Terkait ISIS, 12 Asal Indonesia

Dia menyebut Pemerintah Australia termasuk negara yang tidak menunjukkan ketertarikan untuk memulangkan warganya.

"Kami tahu orang-orang dari Australia ini datang ke Suriah untuk membunuh kami, membakar desa dan menghancurkan kota-kota kami," kata Mustafa.

"Pemerintah Australia harus melaksanakan tanggung jawab moralnya. Tapi sayangnya mereka tidak berbuat apa-apa," tambahnya.

Juru bicara Departemen Luar Negeri Australia menjelaskan pihaknya berkomitmen memberikan bantuan kemanusiaan senilai 433 juta dollar AS (sekitar Rp 6 triliun) di Suriah sejak 2011.

Selain itu, Australia juga menyiapkan dana 220 juta dollar AS (sekitar Rp 3,1 triliun) antara tahun 2017 dan 2020 untuk kebutuhan kemanusiaan mendesak di Suriah, Lebanon dan Yordania, termasuk di kamp-kamp pengungsi.

Tahanan wanita asal Australia di al-Hawl kepada ABC mengaku ditipu untuk datang Suriah dan mereka tak terlibat dengan ISIS.

Baca juga: Diduga Terpapar Paham Radikal ISIS, Singapura Tahan 3 PRT asal Indonesia

Sejumlah warga Australia yang keluarganya ditahan di Suriah telah meminta pemerintah mereka untuk turun tangan.

Salah satunya yaitu John Crockett, veteran Perang Korea, yang sekarang jadi relawan RSL merawat mantan tentara. Crockett memiliki seorang cucu yang ditahan di al-Hawl.

"Jika mereka harus masuk penjara ketika pulang ke Australia, maka lebih baik mereka dipenjara di sini," tegas Crockett.

Warga lainnya yang bernama Kamalle Dabboussy, mengaku memiliki satu anak perempuan di kamp tersebut.

"Ada wanita dan anak-anak khususnya yang berada dalam situasi hidup dan mati di kamp ini," katanya.

Sementara itu, Menteri Luar Negeri Australia, Marise Payne menyatakan pemerintah akan melakukan penilaian kasus per kasus.

"Warga Australia yang pernah dan sedang terlibat mendukung terorisme, dan yang mungkin telah berperang bersama teroris di Suriah atau Irak, menimbulkan ancaman besar bagi keselamatan rakyat Australia," katanya.

Baca juga: Basmi Anggota ISIS di Pulau Irak, AS Pakai 36 Ton Bom

"Individu yang terkait terorisme dan berusaha kembali ke Australia, dinilai oleh penegak hukum berdasarkan kasus per kasus," tambahnya.

Bagi yang tidak dikenai tuntutan pidana, kata Payne, akan dipertimbangkan menjalani program intervensi untuk bisa kembali ke masyarakat.

Menurut Crockett, kondisi kamp al-Hawl menjadikan para tahanan berada dalam ketidakpastian.

"Tidak akan menjadi beban apa pun bila pemerintah memulangkan mereka pulang karena pihak keluarga bisa membayar kepulangan mereka," katanya.

Baca juga: Tak Hanya Pakai Anggota Manusia, ISIS Kini Gunakan Sapi untuk Serangan Bom

Suhu udara di kamp itu bisa mencapai lebih dari 50 derajat pada musim panas dan turun drastis hingga di bawah titik beku di musim dingin.

Selain itu, kondisi sanitasinya sangat buruk dan hampir tidak ada perawatan kesehatan.

Sejumlah wanita pendukung ISIS mengatur kamp tersebut secara sangat ketat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com