Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Selain Trump, Ini 3 Presiden AS yang Pernah Menghadapi Pemakzulan

Kompas.com - 26/09/2019, 12:38 WIB
Agni Vidya Perdana

Penulis

Sumber AFP

KOMPAS.com - Sepanjang sejarah pemerintahan Amerika Serikat, setidaknya ada tiga presiden yang pernah menghadapi proses pemakzulan.

Meski demikian, tidak ada presiden yang benar-benar dapat digulingkan dari jabatannya melalui proses pemakzulan.

Di antara tiga presiden tersebut, dua sempat menjalani proses pemakzulan, sedangkan satu lainnya memilih mengundurkan diri sebelum proses berlangsung.

Baca juga: Terancam Dimakzulkan, Apa Kesalahan Presiden Trump?

Dari 45 pejabat presiden yang pernah memimpin pemerintahan Amerika Serikat, selain Donald Trump, berikut ini tiga presiden yang pernah menghadapi pemakzulan:

1. Andrew Johnson (1868)

Dorongan Presiden Andrew Johnson dari Partai Demokrat untuk rekonstruksi pascaperang saudara AS, termasuk dengan mengintegrasikan kembali negara-negara bagian di selatan ke dalam Serikat, menempatkannya dalam konflik dengan Kongres.

Kongres memveto semua undang-undang, termasuk "Kode Hitam", yakni hukum rasis yang dipilih oleh perwakilan dari Selatan.

Dalam kebuntuan, Johnson memecat menteri perangnya, mendorong Kongres untuk meluncurkan proses pemakzulan, yang pertama dalam sejarah AS.

Pada 24 Februari 1868, Dewan Perwakilan Rakyat AS memilih 11 pasal pemakzulan, terutama atas upaya Johnson dalam menggantikan pejabat yang ditunjuk oleh Senat.

Baca juga: Terancam Dimakzulkan, Trump: Itu Pelecehan Presiden!

Namun setelah menjalani persidangan selama sepekan, di bulan Mei, Senat kekurangan satu suara untuk mencapai mayoritas dua pertiga, sebagai syarat untuk menjatuhkan hukuman.

Johnson tetap menjabat sebagai presiden namun kehilangan dukungan dari partainya untuk kembali mencalonkan diri dalam pemilu berikutnya dan masuk ke Senat lima tahun kemudian.

 

Mantan Presiden AS Richard NixonShutterstock Mantan Presiden AS Richard Nixon

2. Richard Nixon (1974)

Selama masa kampanye pada tahun 1972 untuk pemilihan kembali dalam pemilu, Presiden Richard Nixon dari Partai Republik, terlibat dalam upaya penyadapan di kantor pusat Partai Demokrat di Gedung Watergate, Washington.

Operasi itu terbongkar dan para pelaku tertangkap. Skandal itu pun terungkap dalam sebuah laporan investigasi yang dilakukan surat kabar Washington Post.

Nixon berupaya menutupi keterlibatannya dalam operasi tersebut, namun pada 24 Juli 1974, Mahkamah Agung AS memerintahkannya untuk menyerahkan rekaman rahasia dari percakapan di Ruang Oval.

Baca juga: DPR AS Mulai Penyelidikan Pemakzulan Trump, Bagaimana Prosesnya?

Rekaman tersebut diyakini akan memberi bukti bahwa presiden dan para penasihat utamanya terlibat dalam upaya menutupi tindak kejahatan yang terperinci.

Pada 30 Juli, Komite Kehakiman DPR AS menyetujui tiga pasal pemakzulan Nixon, yang menghalangi proses peradilan, menyalahgunakan kekuasaan, serta berupaya menghalangi proses pemakzulan dengan menentang perintah pengadilan untuk menyerahkan bukti.

Namun sebelum pasal-pasal pemakzulan itu dipertimbangkan oleh DPR, yang hampir pasti akan memilih untuk memecatnya, Nixon memutuskan mengundurkan diri dari jabatan presiden pada 9 Agustus 1974.

 

Mantan Presiden AS Bill ClintonAFP PHOTO Mantan Presiden AS Bill Clinton

3. Bill Clinton (1999)

Bill Clinton menjadi presiden kedua dari Partai Demokrat yang menghadapi pemakzulan setelah berbohong dalam pernyataan di bawah sumpah terkait kasus dugaan perselingkuhan.

Clinton membantah di bawah sumpah bahwa dia memiliki hubungan seksual dengan Monica Lewinsky, mantan staf magang di Gedung Putih.

Lewinsky yang awalnya menyangkal hubungan dengan presiden akhirnya mengakui perselingkuhan yang dilakukannya. Clinton pun akhirnya juga mengaku.

Namun karena sempat membantah saat memberi pernyataan di bawah sumpah, hal itu memicu seruan untuk pemakzulannya.

Baca juga: Trump Sebut Alasan Pemakzulan Dirinya adalah Sebuah Lelucon

Pada 12-13 Desember 1998, Komite Kehakiman DPR AS memilih menyetujui empat pasal pemakzulan, yakni dua pasal tentang sumpah palsu, satu pasal menghalangi peradilan, dan pasal penyalahgunaan kekuasaan.

Pada 19 Desember 1998, DPR memilih untuk memakzulkan Presiden Clinton atas dua pasal, yakni sumpah palsu di hadapan juri dan menghalangi peradilan.

Akan tetapi saat pemungutan suara di Senat pada 12 Februari 1999, 45 anggota Senat dari Partai Demokrat tetap membela Clinton, sedangkan hanya 55 anggota Senat dari Republik yang setuju.

Hal itu menjadikan Senat tidak mencapai syarat dua pertiga suara untuk menjatuhkan hukuman dan Clinton tetap menjabat sebagai presiden hingga akhir masa jabatannya pada 2001.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber AFP
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com