Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

DPR AS Mulai Penyelidikan Pemakzulan Trump, Bagaimana Prosesnya?

Kompas.com - 25/09/2019, 09:57 WIB
Agni Vidya Perdana

Penulis

Sumber AFP

WASHINGTON, KOMPAS.com - Anggota dewan dari Partai Demokrat di DPR AS mengumumkan memulai penyelidikan pemakzulan resmi terhadap Presiden Donald Trump, pada Selasa (24/9/2019).

Langkah tersebut setelah Trump dianggap menyalahgunakan kekuasaannya dan mengkhianati konstitusi serta sumpah jabatannya sebagai presiden.

Langkah pemakzulan presiden ini merupakan tindakan penuh risiko dengan konsekuensi yang tidak menentu, membuat Nancy Pelosi, juru bicara Partai Demokrat, enggan melakukannya selama tiga tahun pertama masa kepresidenan Trump.

Pelosi mengatakan enam komite di DPR AS telah melakukan penyelidikan terhadap Trump dengan berbagai alasan dan kini akan melanjutkan penyelidikan mereka di bawah payung penyelidikan pemakzulan resmi.

Baca juga: DPR AS Umumkan Buka Penyelidikan Resmi untuk Pemakzulan Presiden Trump

Lebih dari 150 dari 235 anggota Demokrat di DPR telah menunjukkan dukungan untuk pemakzulan atau pembukaan penyelidikan untuk mengeluarkan presiden.

Sementara tidak ada anggota dewan dari Partai Republik yang mendukung proses pemakzulan.

Lantas bagaimana cara kerja proses pemakzulan presiden dalam pemerintahan AS? Bagaimana agar Trump nantinya bisa dimakzulkan?

Dalam sejarah pemerintahan AS, tidak ada presiden yang benar-benar dapat digulingkan dari jabatannya melalui proses pemakzulan.

Meski demikian, ancaman pemakzulan telah membuat Richard Nixon akhirnya memilih mengundurkan diri pada 1974, demi menghindari pemecatan atas skandal Watergate.

Baca juga: Trump: Saya Akan Lebih Mudah Terpilih Kembali di 2020 Jika Dimakzulkan

Dua presiden lain gagal dimakzulkan, yakni Andrew Johnson (1868) dan Bill Clinton (1998), setelah DPR AS resmi memecat keduanya, namun digagalkan oleh Senat.

Situasi yang dialami Trump saat ini serupa dengan Clinton dan Johnson, di mana Demokrat yang menguasai Dewan memulai prose pemakzulan, namun Senat yang dikuasai Republik, kemungkinan besar bakal membatalkannya.

Proses Pemakzulan Presiden AS

Proses penyelidikan pemakzulan dimulai di Dewan Perwakilan, dengan setiap anggota bisa mengajukan resolusi tersebut, seperti saat mengajukan RUU yang dikirim ke komite.

Prosesnya bisa dimulai tanpa resolusi, seperti dalam penyelidikan pemakzulan Trump saat ini.

Jika anggota parlemen percaya bahwa seorang presiden bersalah atas apa yang oleh Konstitusi AS disebut sebagai "pengkhianatan, penyuapan, atau kejahatan berat dan pelanggaran ringan lainnya" maka prosesnya dimulai di DPR.

Panitia dapat meninjau bukti yang diterima atau melakukan penyelidikan sendiri.

Jika bukti-buktinya cukup kuat, panitia membuat pasal-pasal tentang pemakzulan, yang setara dengan tuduhan kriminal, dan mengirimkannya ke Dewan.

Baca juga: Ketua DPR AS: Trump Tak Berharga untuk Dimakzulkan

Nantinya, Dewan dapat meloloskan pasal dengan suara mayoritas sederhana untuk "memakzulkan" presiden.

Selanjutnya pasal yang telah disetujui mayoritas anggota Dewan akan dibawa ke Senat, di mana persidangan berlangsung.

Perwakilan dari Dewan akan bertindak sebagai jaksa, sementara presiden dan pengacaranya mempresentasikan pembelaannya.

Ketua Mahkamah Agung memimpin persidangan di Senat.

Senat yang beranggotakan 100 orang kemudian memberikan suara atas dakwaan tersebut. Diperlukan mayoritas dua pertiga suara anggota Senat untuk menghukum dan mengeluarkan presiden.

Jika presiden dinyatakan bersalah, wakil presiden kemudian mengambil alih Gedung Putih.

Baca juga: Trump: Jika Saya Dimakzulkan, Rakyat Bakal Memberontak

Tuduhan terhadap Trump

Tuduhan yang memenuhi standar konstitusi "kejahatan tingkat tinggi atau pelanggaran ringan" yang sangat luas diperlukan untuk mengajukan proses pemakzulan presiden.

Dalam kasus Trump, tuduhan tersebut yakni dugaan penyalahgunaan kekuasaan karena menggunakan jabatan sebagai presiden AS untuk menekan Ukraina agar melakukan penyelidikan terhadap saingannya dari Demokrat, Joe Biden dan putranya, Hunter, yang memiliki bisnis di Ukraina.

Trump diduga menggunakan kewenangan sebagai presiden AS untuk menangguhkan bantuan kepada Ukraina jika tidak bersedia melakukan penyelidikan terhadap Biden.

Baca juga: Trump: Jika Saya Dimakzulkan, Semua Orang Akan Miskin

Trump, pada gilirannya, telah mengakui bahwa dirinya berbicara dengan Zelensky tentang Biden dalam panggilan telepon itu dan mengatakan bahwa dia telah menghentikan bantuan ke negara tersebut untuk sementara, sebelum dicairkan minggu lalu.

Kendati demikian, Trump menolak tuduhan bahwa kedua hal tersebut saling berkaitan dan mengatakan bahwa pembekuan bantuan tersebut guna mendorong negara-negara Eropa untuk meningkatkan dukungan mereka kepada pemerintah Ukraina.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber AFP
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com