NEW YORK, KOMPAS.com - Presiden Iran Hassan Rouhani menyatakan, dia akan menyampaikan pesan kepada dunia, yakni "perdamaian dan stabilitas" saat berpidato di Sidang Umum PBB.
Berbicara di New York, AS, Rouhani menyatakan dia ingin memberi tahu dunia bahwa situasi di Teluk Persia saat ini sangatlah sensitif.
Baca juga: Tiba di New York untuk Hadiri Sidang Umum PBB, Presiden Iran Hassan Rouhani Diawasi Ketat
Pernyataan Presiden Iran itu terjadi setelah negaranya disalahkan oleh Jerman, Perancis, dan Inggris sebagai pelaku serangan ke pabrik minyak Arab Saudi.
Dua fasilitas Aramco di Abqaiq dan Khurais diserang pada 14 September, dan sempat menurunkan produksi minyak Saudi hingga setengahnya.
Dalam pernyataan bersama, tiga negara itu mendesak Iran supaya menerima kerangka kerja dari hasil negosiasi untuk program nuklirnya dan isu regional.
Dilansir Sky News Senin (23/9/2019), keterangan gabungan itu muncul setelah pertemuan Perdana Menteri Inggris Boris Johnson, Kanselir Jerman Angela Merkel, dan Presiden Perancis Emmanuel Macron.
Pertemuan tiga pemimpin besar dunia itu mendiskusikan upaya untuk menyelamatkan perjanjian nuklir 2015, dan mendinginkan tensi Iran dan AS.
"Sudah jelas bahwa Iran menanggung tanggung jawab atas serangan itu. Tidak penjelasan yang perlu disampaikan," demikian keterangan itu disampaikan.
Melalui Menteri Luar Negeri Mohammad Javad Zarif, Teheran menyanggah klaim itu, dan menegaskan akan sangat bodoh jika mereka berniat menyerang fsilitas minyak Saudi.
Pernyataan tiga negara Eropa itu menyusul AS dan Saudi yang sebelumnya mengarahkan telunjuk mereka ke Iran. Adapun serangan itu diklaim oleh Houthi, kelompok pemberontak Yaman.
Johnson sebelumnya menyatakan, London mempertimbangkan untuk berpartisipasi dalam upaya militer yang dipimpin AS guna mendukung pertahanan Saudi.
Tetapi, Johnson kemudian mengatakan seharusnya Presiden Donald Trump yang harus berdialog dengan Teheran, dan berharap ada kesepakatan baru.
"Jika ada orang yang bisa menekankan perjanjian baru, itu adalah Presiden Amerika Serikat," kata PM berusia 55 tahun itu kepada NBC.
Pada Mei 2018, Trump mengumumkan AS keluar dari perjanjian nuklir yang disahkan di era pendahulunya, Barack Obama, dan kemudian menjatuhkan sanksi.
Baca juga: Ke Sidang Umum PBB, Presiden Iran Ingin Galang Dukungan demi Hadapi Kekejaman AS
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.