Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Sejumlah Nama Perusahaan Malaysia dan Singapura yang Diduga Terlibat Karhutla di Indonesia

Kompas.com - 24/09/2019, 12:43 WIB
Agni Vidya Perdana

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia menyebut ada sejumlah perusahaan yang berafiliasi dengan asing, yang konsesinya terdampak kebakaran.

Disampaikan Dirjen Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Rasio Ridho Sani, kepada The Straits Times, ada 14 perusahaan yang berafiliasi dengan asing, termasuk Malaysia dan Singapura.

Rasio mengatakan, pihak berwenang akan melakukan tes tanah untuk mengidentifikasi perusahaan perkebunan yang diduga menggunakan teknik tebang-dan-bakar untuk membersihkan lahannya.

Sebagai permulaan, tes akan dilakukan terhadap konsesi yang telah ditutup oleh pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan antara bulan lalu hingga bulan ini.

Baca juga: Kabut Asap Selimuti Langit di Thailand Selatan, Disebut Akibat Karhutla di Indonesia

Konsesi, atau izin penebangan hutan tersebut, menurut Rasio merupakan milik 51 perusahaan, termasuk 14 di antaranya yang berafiliasi dengan asing.

"Tanaman mereka mungkin ada di lahan yang telah mereka bersihkan dengan cara dibakar, katakanlah satu atau lima tahun lalu. Jejak itu masih ada di sana," kata Rasio, dikutip The Straits Times.

"Kami telah berbicara dengan penasihat hukum dan para ahli tentang rencana kami untuk melakukan hal ini," lanjutnya.

Kepada The Straits Times, Rasio mengatakan bahwa beberapa nama perusahaan berafiliasi asing yang termasuk dalam daftar pemilik konsesi tersebut.

Baca juga: Presiden Tak ke Luar Negeri Selama Karhutla, Kepala Daerah Diminta Ikuti

Pemerintah sebelumnya telah menunjuk satu perusahaan yang berafiliasi Singapura, yakni Hutan Ketapang Industri, yang berbasis di provinsi Kalimantan Barat.

Sementara itu, ada empat perusahaan yang berafiliasi dengan kelompok perusahaan Malaysia, dengan konsesi di provinsi Kalimantan Barat dan Riau.

Tiga di antaranya, yakni Sime Indo Agro, yang merupakan unit dari Sime Darby Plantation; Sukses Karya Sawit, yang adalah unit dari IOI Corporation; serta Rafi Kamajaya Abadi, yang merupakan unit dari perusahaan TDM.

Sementara itu hanya satu perusahaan yang beroperasi di Riau, yakni Adei Plantation and Industry, yang merupakan unit dari Kuala Lumpur Kepong Group.

Pemeriksaan lebih lanjut yang dilakukan The Straits Times menunjukkan ada dua perusahaan lain yang juga berafiliasi dengan Malaysia, yaitu Sawit Mitra Abadi, unit dari Genting Plantations; dan Tabung Haji Indo Plantation, yang adalah unit perusahaan Malaysia, Tabung Haji.

Baca juga: Terkait Karhutla, Riau Tetapkan Status Tanggap Darurat

"Perusahaan-perusahaan ini memilih menghemat biaya, menghindari menyewa buldoser," kata Deputi Teknologi Pengembangan Sumber Daya Alam (TPSA) Badan Pengkajian Penerapan Teknologi (BPPT), Yudi Anantasena

"(Padahal) biaya seperti itu tidak sebanding dengan nilai ekonomi dan gangguan kesehatan yang diderita korban kabut asap, maupun biaya yang ditanggung pemerintah untuk memadamkan api," tambahnya.

Sementara Rasio mengatakan, kementerian memiliki tiga opsi yang bisa diambil jika perusahaan-perusahaan tersebut terbukti bersalah.

Opsi tersebut yakni sanksi administratif, yang berarti denda dan pencabutan izin usaha; mengajukan gugatan perdata dan menuntut kompensasi; atau mengejar kasus pidana untuk mengirim manajemen perusahaan ke penjara.

Menurut Rasio, sanksi administratif merupakan opsi tercepat karena tanpa harus menunggu putusan pengadilan. Jika mengajukan gugatan ke pengadilan, baik perdata maupun pidana, akan memakan waktu yang lebih panjang.

Baca juga: Ditanya Mengapa Jokowi Tak Mau Terima Bantuan Malaysia Atasi Kabut Asap, Mahathir: Tanya Beliau

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com