Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Karim Raslan
Pengamat ASEAN

Karim Raslan adalah kolumnis dan pengamat ASEAN. Dia telah menulis berbagai topik sejak 20 tahun silam. Kolomnya  CERITALAH, sudah dibukukan dalam "Ceritalah Malaysia" dan "Ceritalah Indonesia". Kini, kolom barunya CERITALAH ASEAN, akan terbit di Kompas.com setiap Kamis. Sebuah seri perjalanannya di Asia Tenggara mengeksplorasi topik yang lebih dari tema politik, mulai film, hiburan, gayahidup melalui esai khas Ceritalah. Ikuti Twitter dan Instagramnya di @fromKMR

Ketika Kopi Membantu Veteran Vietnam Membesarkan Keluarganya

Kompas.com - 21/09/2019, 18:02 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

 

VIETNAM merupakan produsen kopi terbesar kedua di dunia setelah Brazil. Diperkirakan, ekspor kopi Vietnam ini mencapai 3,5 miliar dollar AS sepanjang tahun 2018. Sedangkan Brazil, nilai ekspornya mencapai 5.2 miliar dollar AS di periode yang sama.

Perlu diketahui, 30 tahun lalu (1986), Vietnam hanya bisa menghasilkan 300.000 kantong berisi 60 kilogram biji kopi. Namun pada 2018, volume produksinya meroket menjadi 30 juta kantong, atau tumbuh ratusan kali lipat.

Sementara Indonesia, sebagai perbandingan, produksi kopinya hanya meningkat dari 5,9 juta kantong di 1986 menjadi 10,2 juta kantong di 2018.

Hak kepemilikan lahan—sebuah anatema di kebanyakan negara Komunis— menjadi hal penting dalam ekspansi pertanian Vietnam. Apalagi, reformasi “Doi Moi” pada 1986 menjadi sebuah babak perubahan besar pada kebijakan pertanian kolektivitas yang penuh masalah pada periode 1950-1960-an.

Baca juga: Indonesia Kaya Hasil Laut, tetapi Ekspor Ikan Kalah oleh Vietnam...

Tim Ceritalah baru-baru ini mengunjungi daerah perkebunan kopi di Dak Lak (7 jam arah timur laut dari kota Ho Chi Minh), dan menghabiskan waktu dengan Nguyen Van Tuyen, seorang veteran perang Vietnam, mantan tentara berumur 64, dan istrinya Thang.

Setelah berhenti dari militer pada 1979, Tuyen awalnya ingin kembali ke kampung halamannya, An Lao di utara.

Namun ia menyadari bahwa dia harus menghidupi keluarganya yang terus bertambah (ia akhirnya memiliki delapan anak). Dia kemudian memutuskan untuk mengadu nasib ke selatan, di kota Buon Ma Thuot untuk mencari peluang baru.

“Saya datang ke sini untuk memulai pekerjaan,” katanya.

Mulanya Tuyen bekerja sebagai buruh dan berhasil mengumpulkan uang. Lalu pada 1993, ia membeli lahan seluas 7 hektar dengan harga VND 50.000.000 (setara 4.700 dollar AS pada waktu itu). Dia kemudian menanam sayuran seperti jagung dan terong.

Pada 1994, ia beralih ke tanaman kopi. Karena tidak memiliki modal, dia melakukan semuanya sendiri.

“Saya terpaksa menanam sendiri. Saya juga memelihara sapi dan menggunakan kotorannya sebagai pupuk," katanya.

Ada bulan-bulan panas, dan bulan-bulan kering. Tuyen harus membuat pengairan terus menerus. "Itulah tugas utama sekaligus biaya terbesar. Sedangkan pada waktu itu tidak ada sistem instalasi air. Saya harus mengairi sepanjang malam, dari pukul 7 malam hingga 5-6 pagi,” kata Tuyen.

Setelah tiga tahun, Tuyen berhasil menuai panen pertamanya, pertanda awal kesuksesan dari bisnis perkebunan kopinya.

Baca juga: Ekspor Perikanan Indonesia Kalah dengan Vietnam, Ini Masalahnya

Tuyen memperoleh kira-kira VND 31.500.000 - 36.000.000 (1.340 - 1.550 dollar AS) per hektar. Pada musim paling panas, ia harus mengeluarkan VND 300.000 (13 dollar AS) untuk irigasi dan sekitar VND 200.000 (9 dollar AS) untuk tiap pekerja per hari selama masa panen. Dia biasanya mempekerjakan dua buruh untuk panennya.

Meski begitu, tantangannya sebagai petani tidak selalu mudah. Harga kopi bisa naik-turun. Dan dia masih ingat saat harus mengemis pada para pembeli, yang kadang tanpa hasil. Ada masa-masa dimana ia ingin sekali untuk menebang habis tanaman kopinya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com