Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terus Bertambah, Lebih dari 500 Pengguna Vape di AS Terjangkit Penyakit Paru-paru Misterius

Kompas.com - 20/09/2019, 14:57 WIB
Agni Vidya Perdana

Penulis

Sumber AFP

WASHINGTON, KOMPAS.com - Lebih dari 500 orang di Amerika Serikat dilaporkan jatuh sakit karena mengalami penyakit paru-paru misterius yang diduga berkaitan dengan penggunaan rokok elektrik.

Jumlah negara bagian di AS yang melarang rokok elektrik beraroma pun terus bertambah, dengan terakhir Los Angeles yang memberlakukan larangan serupa.

Menurut laporan mingguan Pusat Pengendali dan Pencegahan Penyakit AS (CDC), jumlah kasus penyakit paru-paru misterius di AS tercatat telah melonjak dari 380 menjadi 530.

Sementara jumlah pasien yang meninggal akibat penyakit misterius itu tetap tidak bertambah dari tujuh orang.

Baca juga: Pakai Vape 2 Tahun, Paru-paru Adam Rusak Akut

"Lebih dari separuh kasus melibatkan pasien berusia di bawah 25 tahun, dengan tiga perempat adalah laki-laki. Sebanyak 16 persen dari mereka yang sakit bahkan berusia di bawah 18 tahun," ujar wakil direktur utama CDC, Anne Schuchat, Kamis (19/9/2019).

Rokok elektrik telah disebut-sebut menjadi alternatif yang lebih aman untuk menggantikan rokok tembakau. Namun para pengkritik mengatakan bahwa risiko penggunaan rokok elektrik alias vape ini belum sepenuhnya bisa dipahami.

Kritikus juga mengkritik penjualan cairan vape beraroma yang dianggap dapat menarik anak-anak dan meningkatkan risiko membuat mereka kecanduan nikotin.

Laboratorium Badan Pengawas Makanan dan Obat-obatan AS (FDA) sedang melakukan pengujian terhadap lebih dari 150 sampel produk rokok elektrik yang dicurigai.

Baca juga: Paru-paru Pemuda AS Rusak Akut Diduga Gara-gara Vape, Apa Kandungan Vape?

"Tetapi zat yang bertanggung jawab atas penyakit paru-paru misterius yang dialami pasien hingga kini belum dapat diidentifikasi," kata Mitch Zeller, direktur Pusat Produk Tembakau AS, dikutip AFP.

"Tidak ada pola yang konsisten dari produk yang jamak digunakan, bagaimana penggunaannya, di mana didapatkan, dan apa yang mungkin terjadi pada produk sejak dikemas hingga sampai ke tangan konsumen dan akhirnya digunakan," tambah Zeller.

Tim penyelidik sejauh ini masih terus berhati-hati untuk tidak menunjukkan merek, produk, maupun sumber apa pun.

Dalam banyak kasus, isi ulang vape yang mengandung THC (Tetrahydrocannabinol), senyawa psikoaktif dalam ganja, dikaitkan dalam sejumlah kasus.

Baca juga: Berkaca dari Rusaknya Paru-paru Adam, Vape THC atau Nikotin Sebabnya?

Cairan isi ulang vape tersebut dapat dibeli dengan bebas di jalanan maupun internet. Isi ulang palsu yang bahannya tidak diketahui bisa juga menjadi penyebabnya.

Kasus penyakit yang menunjukkan gejala pasien muda mengalami kesulitan bernapas parah, batuk, nyeri dada, hingga mual, yang dikaitkan dengan penggunaan rokok elektrik baru mulai dilaporkan pertama kali dan disadari oleh otoritas kesehatan AS pada bulan Juli.

Sebagian besar dilaporkan bahwa mereka telah menggunakan cairan vaping yang dicampur dengan ganja, tetapi beberapa mengatakan mereka hanya menggunakan produk nikotin.

Pemerintah negara bagian di AS telah mulai mewaspadai melonjaknya kasus penyakit paru-paru misterius yang disebut berkaitan dengan penggunaan rokok elektrik.

Baca juga: Sejarah Vape di Dunia, dari 1930 hingga Dipasarkan pada 2003

Sejumlah negara bagian pun beramai-ramai mengeluarkan larangan terhadap perdagangan produk rokok elektrik beraroma.

Michigan menjadi negara bagian AS pertama yang melarang rokok elektrik pada awal September ini. New York dan Los Angeles juga telah mengumumkan larangan serupa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber AFP
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com