Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemimpin Tertinggi Iran Diduga Izinkan Serangan ke Kilang Minyak Saudi

Kompas.com - 19/09/2019, 12:35 WIB
Ardi Priyatno Utomo

Penulis

Sumber AFP

WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei disebutkan menyetujui serangan ke kilang minyak Arab Saudi Aramco pada pekan lalu.

Kabar yang disampaikan media AS CBS News itu terjadi setelah Menteri Luar Negeri Mike Pompeo menyebut serangan itu merupakan "aksi perang".

Baca juga: Menlu AS: Serangan Iran ke Kilang Minyak Saudi adalah Aksi Perang

CBS News yang mengutip pejabat AS melaporkan, Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei hanya menyetujui serangan selama tak melibatkan mereka secara langsung.

Bukti paling tak terbantahkan adalah citra satelit yang memperlihatkan pergerakan pasukan Garda Revolusi Iran untuk melakukan serangan di Pangkalan Udara Ahvaz.

Dikutip AFP Kamis (19/9/2019), kebenaran laporan itu baru dipastikan setelahnya. "Kami benar-benar lengah dengan temuan ini," ujar sumber itu.

Media Iran sudah memberi tahu melalui surat kepada kedutaan Swiss bahwa mereka membantah serangan itu, dan mengancam akan merespons segala tindakan kepada mereka.

Sumber dari internal Washington mengatakan, mereka telah menyimpulkan Iran juga menggunakan rudal utnuk menghantam Aramco, dan bakal menyajikannya di Sidang Umum PBB.

Wakil Presiden AS Mike Pence menyatakan, dia mengulangi ucapan Presiden Donald Trump bahwa mereka tidak menginginkan perang. Tapi AS selalu bersiap.

Trump yang sudah menekan Iran dengan sanksi, menjanjikan "peningkatan tekanan" yang kemudian mendapat apresiasi dari Saudi, dengan detil bakal diumumkan 48 jam ke depan.

Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif yang menerima sanksi AS pada 31 Juli menyebut langkah itu merupakan tindakan yang "ilegal" serta "tak manusiawi".

"Langkah Trump itu merupakan sebuah bentuk pengakuan bahwa AS memang sengaja menargetkan warga biasa," kecam Zarif dalam kicauannya di Twitter.

Ketegangan antara Iran dengan AS terjadi setelah Trump mengumukan penarikan dari perjanjian nuklir yang diteken oleh pendahulunya, Barack Obama, pada 2015.

Perjanjian nuklir yang diteken dengan negara besar lain seperti China dan Rusia itu meminta Iran menghentikan program nuklir, sebagai ganti pencabutan sejumlah sanksi.

Gedung Putih kemudian menjatuhkan serangkaian sanksi, yang salah satunya menyasar minyak Iran, dengan Teheran membalas dengan mengumumkan bakal menarik mundur dari perjanjian nuklir.

Baca juga: Iran Dituduh Serang Kilang Minyak Saudi, Pasukan Kuwait Gelar Latihan Perang

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com