SEOUL, KOMPAS.com - Pemerintah Korea Selatan menginvestasikan dana hingga 88 miliar won atau sekitar Rp 1 triliun untuk mengembangkan sistem pertahanan anti-serangan drone.
Sistem pertahanan yang mampu mendeteksi dan menyerang pesawat tak berawak itu disiapkan menyusul insiden penyusupan oleh drone mata-mata Korut dan diharapkan selesai pada 2023 mendatang.
Sistem pertahanan tersebut dijuluki Block-I yang dirancang untuk melacak dan menghancurkan pesawat tak berawak dan perangkat udara lainnya dengan mengunci pisau serat optik yang tak terlihat pada target dari jarak dekat.
Baca juga: China Kembangkan Drone Spiderman, Bagaimana Cara Kerjanya?
"Kami ingin memperbaiki sistem yang pada akhirnya akan mampu mencegat jet tempur hingga satelit," ujar Song Chang-joon, pejabat senior Badan Program Akuisisi Pertahanan (DAPA) Korea Selatan, dalam pernyataannya, dikutip Reuters.
Pada 2017, sebuah drone milik Korea Utara dilaporkan jatuh dan ditemukan pada sisi Selatan di Zona Demiliterisasi yang memisahkan dua Korea.
"Sekitar 550 foto dari lokasi sistem pertahanan anti-rudal AS, yang diambil menggunakan kamera bawaan, ditemukan dari dalam drone tersebut," kata seorang pejabat Korea Selatan.
Baca juga: Drone Militer Inggris Senilai Rp 102 Miliar Dilaporkan Jatuh di Dekat Sekolah Dasar
Tiga tahun sebelumnya, pada 2014, sebuah drone Korea Utara juga dilaporkan jatuh, ketika kembali ke Korea Utara setelah misi pengintaian.
Drone tersebut sempat mengintai dan mengambil gambar dari atas Gedung Biru, kantor kepresidenan Korea Utara, demikian menurut militer Korea Selatan.
Drone Korea Utara yang berwarna biru terang yang jatuh di pulau perbatasan yang disengketakan tersebut sempat menjadi bahan olok-olok dalam pembahasan internasional, karena dianggap "seperti mainan".
Baca juga: Terbangkan Drone Tanpa Izin di Pangkalan Militer, Dua Warga Singapura Diadili
Pesawat tanpa awak itu terlihat jauh saat dibandingkan dengan persenjataan Amerika dan menjadi simbol keterbatasan kemampuan militer Korea Utara.
Sistem anti-drone yang akan dikembangkan Korea Selatan tersebut menjadi bagian dari upaya Korea Selatan untuk memodernisasi sumber daya militernya, bahkan di saat mereka berusaha meredakan ketegangan dengan Korea Utara melalui jalan dialog.
Kedua pemerintah Korea secara teknis masih berperang sejak berakhirnya Perang Korea 1950-1953 dengan gencatan senjata, bukan dengan perjanjian damai.
Baca juga: Drone AS Ditembak Jatuh Iran, Trump Perintahkan Serangan Siber
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.