Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warisan Pemerintahan Obama jadi Bahan di Debat Ketiga Capres Demokrat

Kompas.com - 13/09/2019, 16:15 WIB
Ericssen,
Ardi Priyatno Utomo

Tim Redaksi

HOUSTON, KOMPAS.com – Mantan Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama menjadi bahan perdebatan utama debat calon presiden (capres) dari Partai Demokrat.

Dalam debat yang dilangsungkan di Texas Southern University Kamis malam (12/9/2019) waktu setempat, ketiga kubu mengupas habis warisan pemerintahan Obama.

Obama yang menjabat pada 2009 hingga 2017 itu menjadi simbol perbedaan tajam ideologi politik Partai Demokrat antara capres dari moderat sentris dengan progresif liberal.

Baca juga: Kerap Blunder, Joe Biden Terjungkal dari Posisi Pertama Capres Partai Demokrat

Menjabat sebagai wakil presiden dari Afro-Amerika selama dua periode, capres Joe Biden tak henti-hentinya membela warisan Obama mulai dari kesehatan, imigrasi, hingga kebijakan luar negeri.

Salah satunya adalah undang-undang kesehatan AS yang diimplementasikan oleh Obama ketika dia menjabat, atau dikenal sebagai Obamacare.

"Saya setuju dengan Barack. Saya rasa Obamacare berjalan dengan baik," jawab Biden ketika pesaing utamanya, Senator Massachusetts Elizabeth Warren, mempertegas janji kampanye "Medicare for All".

Warren dan kandidat presiden lainnya, Senator Vermont Bernie Sanders, menilai Obamacare tidak cukup untuk menanggung biaya kesehatan.

Dua senator yang jadi pemimpin politik progresif itu menawarkan biaya kesehatan warga akan ditanggung total oleh pemerintah tanpa melibatkan asuransi swasta.

Biden menjawab dengan menyebut gagasan itu tak masuk akal dan mustahil dieksekusi. Politisi dari Delaware itu mempertanyakan dari mana anggaran untuk mendanainya.

"Jangan sampai pajak untuk warga dari kalangan menengah dinaikkan hanya untuk membiayai apa yang kalian sebut 'Medicare for All',"sindir Biden.

Warren menyanggah ucapan Biden bahwa dia ingin menghilangkan warisan Obama. Dia menjelaskan memuji Obamacare. Tapi juga menekankan presiden berikutnya harus mengambil kebijakan lebih berani.

“Pertanyaannya adalah bagaimana untuk membuat Obamacare lebih baik lagi. Kita harus membuat korporasi besar membayar lebih banyak dan menurunkan ongkos untuk warga kelas menengah yang bekerja keras siang dan malam.” terang Warren.

Baca juga: Sambil Tersenyum, Trump Minta Putin Jangan Campuri Pilpres AS

Selain kesehatan, kebijakan imigrasi Obama juga mendapat sorotan. Malahan, mantan menteri perumahan dan pengembangan kawasan urban kabinet Obama yang melayangkan kritikan.

Julian Castro secara terbuka mengkritik kebijakan deportasi Obama yang memecahkan rekor jumlah migran ilegal yang diminta meninggalkan negeri superpower itu.

Biden membela dengan menegaskan pemerintahan Obama tidak mengunci migran di sangkar serta tidak memisahkan mereka dengan anak-anaknya seperti yang dilakukan pemerintahan Presiden Donald Trump.

“Presiden Obama telah melakukan apa yang terbaik untuk menyelesaikan masalah.” terang politisi berusia 76 tahun tersebut.

Baca juga: Joe Biden Sebut Lidah Beracun Trump Pemicu Tragedi Penembakan Massal AS

Obama sebagai Senjata Biden

Obama yang masih sangat populer di konstituen Demokrat memang menjadi senjata utama yang diusung Biden sepanjang kampanyenya.

Politisi veteran ini tidak henti-hentinya mengingatkan pemilih bahwa dia adalah wapres yang loyal selama delapan tahun pemerintahan Presiden ke-44 AS itu.

Strategi Biden sejauh ini berjalan walau dia menghadapi kritikan tanpa henti dari blok progresif yang menilai Partai Demokrat harus mengambil kebijakan yang lebih liberal dan lebih ambisius.

Baca juga: Trump Umumkan Kembali Maju dalam Pilpres AS 2020

Mayoritas blok pemilih kulit hitam yang akan memainkan peranan penting untuk menentukan siapa pemenang pemilihan pendahuluan (primary) setia memilih Biden di sejumlah survei.

Biden konsisten didukung sekitar 40 persen pemilih Afro-Amerika, angka yang menakjubkan mengingat adanya dua capres berkulit hitam lain yaitu Senator California Kamala Harris dan Senator New Jersey Cory Booker.

Nostalgia akan era Obama juga menjadi salah satu faktor penting masih kokohnya dukungan terhadap Biden yang dinilai sebagai sosok paling tepat untuk melanjutkan warisan pemerintahan Obama.

Pemilih yang jenuh dengan tidak henti-hentinya kekacauan di Gedung Putih Trump memilih Biden sebagai sosok untuk mengembalikan kembali ketenangan pemerintahan, elegansi kursi presiden, dan martabat AS seperti di era Obama.

Kritikan yang ditembakan oleh sejumlah capres terhadap kebijakan Obama diberitakan membuat berang loyalis Obama yang menjabat di pemerintahannya.

Mereka mempertanyakan bagaimana mungkin para capres ini memilih menggunakan waktu debat menyerang Obama, sosok yang sangat dicintai Partai Demokrat, dibanding menyerang Trump.

Baca juga: Joe Biden Kecam Keras Komentar Tercela Trump kepada 4 Anggota DPR AS

Rahm Emmanuel, mantan Kepala Staf Gedung Putih era Obama mencerca para capres itu dengan terbuka Juli lalu setelah debat kedua di mana warisan Obama juga jadi polemik terutama di mata capres berhaluan politik progresif seperti Warren dan Sanders.

“Mereka perlu bangun. Saya tidak akan memperlakukan era Obama sebagai sesuatu yang harus dihapus dari sejarah. Kita perlu membangun warisannya," katanya.

Penerus Biden sebagai Senator Delaware Chris Coons yang juga sekutu politiknya tidak bisa menyembunyikan rasa jengkelnya.

“Saya jelas kaget dengan banyaknya kritikan terhadap sosok presiden yang sangat populer yang dipilih dua kali oleh rakyat AS.” ucapnya.

Partai Demokrat memang tidak terlihat lagi sama seperti di era Obama. Partai yang identik dengan warna biru ini secara ideologi semakin bergerak ke kiri atau progresif terutama setelah hasil pemilu sela 2018 di mana Demokrat merebut DPR AS dari tangan Partai Republik.

Kemunculan sosok Warren, Sanders, serta The Squad yaitu empat anggota DPR wanita dari kalangan minoritas: Alexandria Ocasio-Cortez (New York)Ilhan Omar (Minnesota), Ayanna Pressley (Massachusetts), dan Rashida Tlaib (Michigan) memang telah mengubah wajah partai ini.

Aktivis progresif ingin partai bergerak lebih berani dengan mencalonkan capres berhaluan politik seperti mereka. Mereka juga terus mendorong DPR untuk menelurkan kebijakan yang lebih lantang misalnya memakzulkan Trump.

Namun, capres berhaluan moderat seperti Biden mewanti-wanti jika partai terus bergerak semakin ke kiri, maka sangat berpotensi menakuti pemilih independen yang suaranya krusial untuk menentukan siapa yang akan memenangkan pilpres 2020.

Baca juga: Trump Akan Umumkan Kampanye Pilpres AS 2020 pada 18 Juni

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com