Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kualitas Udara Tak Sehat Akibat Kabut Asap, Malaysia Liburkan 409 Sekolah di Sarawak

Kompas.com - 11/09/2019, 14:34 WIB
Agni Vidya Perdana

Penulis

KUALA LUMPUR, KOMPAS.com - Kementerian Pendidikan Malaysia memerintahkan agar 409 sekolah dasar dan menengah di negara bagian Sarawak untuk diliburkan, pada Selasa (10/9/2019).

Hal tersebut menyusul kabut asap yang menyebabkan tingkat polusi udara berada pada level yang membahayakan.

Melalui akun media sosial Twitter miliknya, Menteri Pendidikan Malaysia Maszlee Malik mengatakan bahwa sekolah di daerah dengan tingkat Indeks Polusi Udara (API) di atas 200 harus diliburkan.

Diliburkannya ratusan sekolah di Sarawak itu berdampak pada lebih dari 150.000 siswa.

Baca juga: Kualitas Udara di Singapura Terancam Jadi Tidak Sehat gara-gara Kebakaran Hutan Indonesia

Walau demikian pelaksanaan ujian nasional untuk siswa kelas 6 sekolah dasar, yang juga dikenal sebagai Ujian Pencapaian Sekolah Rendah, tetap dilaksanakan sesuai jadwal.

Selain meliburkan sekolah, Badan Pengurusan Bencana Negara (NADMA) juga telah mendistribusikan sebanyak 500.000 masker ke negara bagian Sarawak, di mana tingkat polusi udaranya terus memburuk.

"NADMA telah menyiapkan hingga 500.000 masker dan mengirimkannya ke cabang di Sarawak," kata badan manajemen bencana nasional Malaysia itu, dalam sebuah pernyataan, Selasa (10/9/2019).

Badan tersebut bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan turut membawa dan membagikan masker tersebut ke sekolah-sekolah yang terdampak kabut asap.

Baca juga: Dapat Kiriman Kabut Asap dari Indonesia, Malaysia Rencanakan Hujan Buatan

Dilansir Channel News Asia, polusi udara di Sarawak telah mencapai level tidak sehat, pada Selasa (10/9/2019), yakni dengan satu wilayah mencatat pembacaan indeks polusi udara (API) pada angka 201, yang berarti "sangat tidak sehat".

Hasil pembacaan yang menunjukkan tingkat kualitas udara tidak sehat juga tercatat di lima negara bagian Malaysia lainnya.

Pemerintah Malaysia sebelumnya diberitakan tengah mempersiapkan untuk membuat hujan buatan di sejumlah negara bagian mencapai level yang tidak sehat.

Departemen Meteorologi Malaysia, pada Minggu (8/9/2019) memperingatkan bahwa cuaca panas akan berlangsung selama sepekan ke depan dan musim hujan baru akan datang pada akhir September atau awal Oktober.

Baca juga: Kabut Asap dan Polusi Melanda, Begini Cara Efektif Mengobati ISPA

Tak hanya Malaysia, bencana kabut asap juga dikeluhkan pemerintah Singapura, yang menyebut kualitas udara di negara kota itu mulai memasuki level tidak sehat.

Badan Lingkungan Hidup Nasional (NEA) Singapura, mengatakan tingkat kualitas udara dapat menjadi tidak sehat bahkan memburuk apabila situasi kabut asap di Sumatra dan Kalimantan tidak segera teratasi.

Sebanyak 537 titik api terdeteksi di Sumatra pada Selasa (10/9/2019). Angka tersebut meningkat tajam dari 380 titik api yang dilaporkan pada sehari sebelumnya.

Kondisi tersebut diperburuk dengan adanya 749 titik api yang terdeteksi di Pulau Kalimantan.

Sementara itu, pemerintah Indonesia membantah tudingan bahwa kebakaran hutan dan lahan di negaranya menjadi penyebab tunggal kabut asap di Malaysia.

Baca juga: Bantah RI Penyebab Tunggal Kabut Asap, Menteri Siti Protes Malaysia

Menurut Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, berdasarkan hasil rapat dengan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), kabut asap sempat melintasi perbatasan Indonesia hanya selama satu jam pada Minggu (8/9/2019).

"Asap yang masuk ke Malaysia, ke Kuala Lumpur, itu dari Serawak, kemudian dari Semenanjung Malaya, dan juga mungkin sebagian dari Kalimantan Barat," kata dia.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com