KABUL, KOMPAS.com - Taliban merespons dengan menyesalkan ucapan Presiden AS Donald Trump yang menyebut perundingan dengan mereka sudah "mati" setelah sebelumnya membatalkan pertemuan rahasia.
Perang komentar di antara kedua pihak memunculkan kekhawatiran terjadinya kekerasan baru setelah Trump dan Taliban siap bertarung buntut kolapsnya pembicaraan.
Juru bicara Taliban Zabihullah Mujahid mengatakan seperti diberitakan AFP Selasa (10/9/2019), mereka mempunyai dua cara untuk mengakhiri pendudukan di Afghanistan.
Baca juga: Tentaranya Tewas karena Serangan Bom Jadi Sebab Trump Batalkan Pertemuan dengan Taliban
"Satu adalah jihad dan berjuang, satunya lagi negosiasi. Jika Trump ingin menghentikan pembicaraan, maka kami akan mengambil langkah pertana, dan mereka bakal menyesalinya," ancam Mujahid.
Pernyataan Taliban muncul beberapa jam setelah kepada awak media, Trump menyatakan mereka menarik diri dari proses perundingan yang berjalan hampir setahun terakhir.
Jika disahkan, maka perjanjian damai itu bakal memberikan jalan bagi Washington untuk memulangkan pasukan dalam rangka mengakhiri konflik berusia 18 tahun.
"(Perundingan) itu sudah mati. Sejauh yang saya pahami, mereka sudah mati," terang presiden berusia 73 tahun itu di Washington sebelum bertolak ke Carolina Utara.
Presiden ke-45 dalam sejarah AS menyatakan bahwa serangan AS kepada gerilyawan itu kembali sengit sejak invasi yang terjadi lebih dari satu dekade silam.
Kemudian pada Minggu (8/9/2019), Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengklaim militer AS sudah meluluhlantakan setidaknya ribuan Taliban dalam 10 hari terakhir.
Dengan gusar, Trump membantah bahwa efek cambukan yang timbul karena pernyataannya itu menjadi penyebab kekacauan yang terjadi di Afghanistan.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.