Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mahathir: Demo Hong Kong Bukti Keterbatasan "Satu Negara Dua Sistem"

Kompas.com - 09/09/2019, 16:24 WIB
Agni Vidya Perdana

Penulis

TOKYO, KOMPAS.com - Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad berkomentar tentang situasi krisis politik yang kini berlangsung di Hong Kong, sebuah kota otonomi khusus di bawah China.

Berbicara saat melakukan kunjungan ke Jepang, Tun Dr Mahathir, demikian dia biasa disapa, mengatakan bahwa situasi yang saat ini terjadi di Hong Kong menunjukkan keterbatasan kerangka "satu negara, dua sistem" yang diterapkan pemerintah Beijing.

Mahathir juga menyuarakan kekhawatirannya akan kemungkinan China menggunakan kekuatan untuk mengakhiri kebuntuan yang terjadi jika eskalasi terus berlanjut.

Baca juga: Ribuan Demonstran Minta Bantuan Presiden AS untuk Bebaskan Hong Kong

"Saya tidak pernah berpikir bahwa negara dengan dua sistem yang berbeda benar-benar dapat bekerja untuk waktu yang lama dan cukup yakin hal ini telah terjadi," kata Dr Mahathir dalam wawancara dengan televisi Jepang, NHK, pada Jumat (6/9/2019).

"Apabila mereka tidak bisa menanganinya dan (protes) ini tidak berhenti, dan tuntutannya semakin bertambah untuk otonomi atau bahkan menuntut kemerdekan, maka saya berpikir China tidak akan mentolerir hal itu," tambahnya.

Aksi protes terus terjadi sejak Juni lalu yang dipicu Rancangan Undang-Undang Ekstradisi yang bakal memungkinkan pelanggar untuk diekstradisi ke China daratan maupun wilayah pemerintah lainnya.

Aksi yang semula dilangsungkan di jalanan telah meluas hingga mengganggu akses menuju bandara dan moda transportasi lainnya.

Baca juga: Pemimpin Hong Kong Putuskan Cabut RUU Ekstradisi, Ini 4 Faktanya

Hingga akhirnya Pemimpin eksekutif Hong Kong Carrie Lam, pada Rabu (4/9/2019) pekan lalu, mengumumkan bahwa pemerintah akan mencabut RUU kontroversial tersebut.

Pemerintah Hong Kong pun mendesak kepada para demonstran untuk mengakhiri aksi unjuk rasa setelah salah satu tuntutan mereka dipenuhi.

Media China pada Kamis (5/9/2019), kemudian menuliskan pencabutan RUU Ekstradisi telah menghapus alasan bagi para pengunjuk rasa untuk melanjutkan aksi protes dan melakukan kekerasan.

Tajuk rencana surat kabar China Daily mengatakan, "Para pengunjuk rasa kini tidak punya alasan untuk melanjutkan aksi kekerasan".

"Pemerintah daerah otonomi khusus telah memberi kesempatan kepada penduduk Hong Kong untuk menghentikan antagonisme dan konfrontasi dengan perdamaian dan dialog," tulis editorial itu.

Baca juga: RUU Ekstradisi Dicabut, Media China: Demonstran Hong Kong Tak Lagi Punya Alasan Lakukan Kekerasan

"Dan semoga, perdamaian dan stabilitas akan dipulihkan pada waktu yang tepat, sehingga kota dapat mengarahkan kembali energi dan waktunya untuk memecahkan masalah sosial dan ekonomi," lanjut surat kabar itu.

Akan tetapi, para aktivis berjanji tidak akan menghentikan aksi protes hingga seluruh tuntutan mereka terpenuhi, termasuk penyelidikan independen terhadap dugaan tindak kekerasan polisi terhadap pengunjuk rasa, serta pembebasan mereka yang ditahan.

Aksi demonstrasi di Hong Kong telah berlangsung selama 14 pekan, dengan tuntutan yang semakin luas dari semula penghapusan RUU Ekstradisi, kini menjadi menuntut reformasi demokrasi, termasuk kebebasan rakyat Hong Kong untuk memilih pemimpinnya sendiri.

Situasi krisis di Hong Kong ini disebut menjadi krisis terburuk yang pernah dialami kota otonomi tersebut sejak diserahkan kembali oleh Inggris ke China pada 1997.

Baca juga: RUU Esktradisi Hong Kong Dicabut, Upaya China Mendinginkan Krisis?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com