Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Boris Johnson: Saya Lebih Baik Mati daripada Menunda Brexit

Kompas.com - 06/09/2019, 10:37 WIB
Ericssen,
Agni Vidya Perdana

Tim Redaksi

Sumber BBC

LONDON, KOMPAS.com – Perdana Menteri Inggris Boris Johnson kembali mempertegas janjinya untuk membawa Inggris meninggalkan Uni Eropa atau Brexit, dengan atau tanpa kesepakatan, pada 31 Oktober.

Berbicara di pusat pelatihan polisi di West Yorkshire, Kamis (5/9/2019), pemimpin Partai Konservatif itu dengan berapi-api mengatakan lebih baik mati daripada menyerah dengan menunda Brexit, demikian dilansir BBC.

Pernyataan Johnson tersebut berselang sehari setelah parlemen yang dipimpin kubu oposisi dan 21 pembelot dari partainya berhasil meloloskan legislasi untuk mencegah terjadinya no deal Brexit, atau keluar dari Uni Eropa tanpa kesepakatan.

Baca juga: Boris Johnson Ultimatum Pemilu Dini Jika Parlemen Halangi No Deal Brexit

Legislasi yang membuat berang Johnson ini mengharuskan dia berangkat ke Brussels, ibu kota Uni Eropa, untuk mengajukan permohonan penundaan Brexit hingga 31 Januari 2020, jika parlemen tidak kunjung mencapai kesepakatan paling lambat 19 Oktober.

Johnson juga mengecam anggota parlemen yang menurutnya telah menghancurkan posisi tawar Inggris di meja perundingan dengan Uni Eropa.

"Apakah gunanya penundaan tidak berkesudahan ini?" kritik Johnson.

Mantan wali kota London ini tidak menjawab apakah dia akan mundur jika dipaksa parlemen untuk mengajukan perpanjangan Brexit.

Baca juga: Demi Muluskan Brexit, PM Inggris Boris Johnson Bekukan Parlemen

Lolosnya legislasi itu sekaligus merupakan pukulan telak bagi Johnson yang terpilih karena janjinya untuk tidak lagi menunda Brexit.

Pemilu Dini sebagai Jalan Keluar?

Kendati terdesak, politisi berusia 55 ini tidak menyerah. Johnson telah mengajukan legislasi untuk menggelar pemilu dini 15 Oktober sebagai jalan keluar dari kebuntuan politik yang telah membelah Inggris selama tiga tahun terakhir.

Johnson berharap, melalui pemilu dini, dia akan meraih kemenangan dengan membentuk pemerintahan mayoritas yang tidak akan menghalangi rencana Brexit-nya.

Saat ini Johnson memimpin pemerintahan minoritas setelah pembelotan yang dilakukan oleh kolega partainya sendiri.

Baca juga: Ada No Deal Brexit, Defisit Anggaran Inggris Melonjak

Perdana menteri pun mengambil tindakan tegas dengan memecat 21 orang itu, termasuk mantan Menteri Keuangan Philip Hammond, Kenneth Clarke yang juga anggota parlemen paling senior yang telah menjabat di sejumlah posisi kabinet sejak 1970, serta Nicholas Soames, cucu mantan perdana menteri Inggris Winston Churchill.

Namun rencana pemilu dini Johnson masih jauh dari tercapai lantaran legislasinya ditolak oleh oposisi Partai Buruh, yang ingin memastikan legislasi mencegah no deal resmi mendapat restu dari Ratu Elizabeth II sebelum pemilu dini diputuskan,

Diperlukan dua pertiga dukungan parlemen untuk menggelar pemilu dini dan Johnson menyatakan akan kembali mengajukan legislasi pemilu dini pada Senin pekan depan.

Kubu Partai Konservatif saat ini unggul sekitar 8 hingga 10 poin dari Partai Buruh di sejumlah jajak pendapat. Angka tersebut jika ditranslasikan ke perolehan kursi parlemen berpotensi memberikan pemerintahan mayoritas tipis kepada Johnson.

Baca juga: Inggris Tak Siap untuk No-Deal Brexit, Mengapa?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber BBC
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com