Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakistan Tegaskan Tidak Akan Meluncurkan Nuklir Terlebih Dahulu

Kompas.com - 03/09/2019, 22:49 WIB
Agni Vidya Perdana

Penulis

Sumber Reuters

ISLAMABAD, KOMPAS.com - Pemerintah Pakistan memastikan bahwa mereka tidak akan menggunakan senjata nuklir lebih dulu, meski sedang terjadi ketegangan dengan negara rival, India, yang telah mencabut status otonomi khusus wilayah Kashmir.

Penegasan itu disampaikan langsung oleh Perdana Menteri Pakistan Imran Khan, pada Senin (2/9/2019), dalam pidatonya di hadapan komunitas Sikh di kota Lahore, Afghanistan timur.

Pernyataan Khan sekaligus untuk menjawab kekhawatiran sejumlah pihak, termasuk negara-negara tetangga, mengenai situasi ketegangan yang sedang terjadi di antara kedua negara berkekuatan nuklir itu.

Baca juga: PM Pakistan Tuding India Rencanakan Aksi Militer ke Wilayah Kashmir

"Kami berdua (Pakistan dan India) adalah negara-negara yang memiliki senjata nuklir. Jika ketegangan ini terus meningkat, dunia bisa berada dalam bahaya."

"(Tapi) tidak akan ada yang pertama dari pihak kami," kata Khan, dikutip Reuters, Selasa (3/9/2019).

Menyusul pernyataan Khan, juru bicara Kementerian Luar Negeri Pakistan, Mohammad Faisal, melalui akun Twitter miliknya, mengatakan bahwa komentar perdana menteri itu diambil di luar konteks dan tidak mewakili perubahan dalam kebijakan nuklir negara.

"Perdana menteri hanya menegaskan kembali komitmen Pakistan untuk perdamaian dan perlunya kedua negara berkekuatan nuklir untuk menunjukkan perilaku yang bertanggung jawab," kata Faisal.

Baca juga: India Peringatkan Pakistan, Masalah Kashmir adalah Urusan Dalam Negeri

Ketegangan tetap tinggi di Kashmir, setelah Perdana Menteri India Narendra Modi mengumumkan pencabutan hak otonomi khusus wilayah di kaki pegunungan Himalaya itu pada awal Agustus lalu.

Dengan penghapusan status otonomi khusus Kashmir itu, New Delhi memblokir hak kawasan itu untuk menjalankan hukum dan undang-undangnya sendiri.

Selain itu, orang yang bukan penduduk asli Kashmir akan diizinkan untuk membeli properti di sana.

Delhi berdalih perubahan itu akan membantu pembangunan Kashmir dan untuk kepentingan semua pihak. Namun pada gilirannya tindakan itu juga membuat marah penduduk Kashmir dan sangat dikecam oleh Pakistan.

Sementara Imran Khan sejauh ini masih fokus pada kampanye diplomatik global yang mengecam tindakan India, menuduh Modi melakukan pelanggaran HAM dan kekejaman di lembah Kashmir.

Baca juga: PM India Sebut Status Otonomi Khusus Picu Terorisme dan Separatisme di Kashmir

Kashmir yang mayoritas penduduknya adalah Muslim, telah lama menjadi sumber sengketa antara India dan Pakistan. Kedua negara memerintah sebagian Kashmir sambil mengklaimnya sepenuhnya.

Pada 5 Agustus lalu, pemerintah India secara resmi mengumumkan dekrit presiden yang membatalkan Pasal 370 Undang-Undang Konstitusional India.

Dekrit presiden itu mencabut status otonomi khusus wilayah Kashmir dan menjadikannya sama dengan negara bagian India lainnya.

Penghapusan status istimewa Kashmir telah menjadi kekhawatiran sejak lama bahwa cara hidup dan adat setempat akan hilang bersamaan dengan arus migrasi dari negara bagian lain di India.

Baca juga: Hindari Kerusuhan, Otoritas India Tahan 4.000 Warga Kashmir

Para pengamat menyebut pemerintah India secara sengaja ingin mengubah demografi kawasan itu dengan mengizinkan warga dari luar Kashmir, yang mayoritas Hindu, untuk berpindah ke sana.

Penghapusan status istimewa itu juga diperkirakan bakal memperburuk perlawanan dari kelompok pemberontak dan pemberontakan yang telah berjalan selama tiga dekade, serta menewaskan hingga lebih dari 70.000 orang, terutama warga sipil.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber Reuters
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com