Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Boris Johnson Ultimatum Pemilu Dini Jika Parlemen Halangi "No Deal" Brexit

Kompas.com - 03/09/2019, 11:46 WIB
Ericssen,
Agni Vidya Perdana

Tim Redaksi

LONDON, KOMPAS.com – Perdana Menteri Inggris Boris Johnson mengeluarkan ultimatum pemilu dini jika parlemen menghalangi keluarnya Inggris dari Uni Eropa pada 31 Oktober tanpa kesepakatan atau no deal.

Berbicara di depan kediaman resminya, 10 Downing Street, Senin (2/9/2019), Boris Johnson, seperti dikutip The Guardian, mengarahkan ultimatum itu khususnya kepada anggota parlemen dari partainya sendiri, Partai Konservatif, yang berencana melawan instruksi partai.

Sekitar 21 politisi tersebut, termasuk politisi senior seperti mantan Menteri Keuangan Philip Hammond dan mantan Menteri Kehakiman David Gauke, diketahui sedang mendiskusikan rancangan undang-undang dengan Partai Buruh serta partai oposisi lain untuk mencegah no deal.

Baca juga: Demi Muluskan Brexit, PM Inggris Boris Johnson Bekukan Parlemen

Rancangan undang-undang itu rencananya akan diajukan ke parlemen, pada Selasa (3/9/2019), yang jika berhasil diloloskan akan memaksa Johnson untuk kembali menunda deadline Brexit menjadi 31 Januari 2020.

Para politisi ini khawatir, jika Brexit terjadi tanpa kesepakatan bakal berpotensi memicu huru-hara politik, ekonomi, dan sosial di Inggris.

Namun Johnson beserta jajaran kabinetnya meyakinkan bahwa Inggris siap untuk menghadapi no deal.

Johnson menekankan tidak ada lagi tawar-menawar mengenai deadline Brexit. Arsitek utama kampanye referendum meninggalkan Uni Eropa ini menegaskan Brexit akan terjadi pada 31 Oktober dengan atau tanpa kesepakatan.

Perdana menteri berusia 55 ini mengecam keras rencana Hammond dan rekan-rekannya yang menurutnya akan menghancurkan posisi tawar Inggris dalam bernegosiasi dengan Uni Eropa untuk mencapai kesepakatan baru.

Baca juga: Inggris Tak Siap untuk No-Deal Brexit, Mengapa?

Kantor perdana menteri mengisyaratkan jika legislasi yang diajukan Hammond lolos, pemerintahan Boris akan menganggapnya sebagai mosi tidak percaya yang akan disikapi dengan kembali meminta mandat rakyat melalui pemilu dini.

Johnson juga memberi sinyal Partai Konservatif akan mengambil tindakan keras berupa sanksi tidak dapat lagi mencalonkan diri melalui partainya di pemilu dini untuk anggota yang membelot, termasuk Hammond dan Gauke.

Jika terjadi, pemilu dini diperkirakan akan digelar pada 14 Oktober 2019 mendatang. Pemerintah masih harus mendapat dukungan dari dua pertiga anggota parlemen untuk menggelar pemilu dini.

Kemelut Politik Brexit

Brexit telah membelah Inggris selama tiga tahun terakhir sejak hasil referendum tahun 2016 di mana 51,9 persen rakyat Inggris memilih meninggalkan Uni Eropa.

Namun sampai saat ini anggota parlemen Inggris tidak kunjung dapat mencapai kesepakatan mengenai bagaimana Inggris akan keluar dari organisasi supranasional itu.

Deadline awal yang semula ditentukan 29 Maret 2019 telah diperpanjang menjadi 31 Oktober mendatang.

Isu yang menjadi sumber masalah adalah mengenai mekanisme keimigrasian di perbatasan Irlandia Utara dan Republik Irlandia yang dikenal dengan "Irish Backstop".

Baca juga: Resmi Dilantik sebagai PM Inggris, Boris Johnson Tegaskan Brexit Bakal Terjadi

Dua perdana menteri pendahulu Johnson bahkan dibuat tidak berdaya oleh krisis politik yang telah menguras energi politik negeri Ratu Elizabeth II itu.

David Cameron mengundurkan diri setelah hasil mengejutkan referendum, di mana dia berkampanye agar Inggris bertahan di Uni Eropa.

Sementara Theresa May dipaksa mundur setelah kesepakatan Brexit yang diajukannya ditolak tiga kali oleh parlemen, termasuk oleh kolega partainya sendiri.

Johnson menyebut kesepakatan May sudah mati dan pemerintahannya harus mendapatkan kesepakatan baru, gagasan yang ditolak mentah-mentah oleh Uni Eropa yang tidak bersedia kembali ke meja perundingan.

Baca juga: Dituduh Bohong soal Brexit, Boris Johnson Akan Hadapi Persidangan

Partai Konservatif yang berkuasa pun menjadi terpecah belah, dengan kubu utama adalah pendukung Brexit garis keras yang dipimpin Johnson. Kubu ini tidak ingin lagi menunda Brexit serta tidak mempermasalahkan no deal.

Kubu lainnya adalah pendukung Brexit moderat yang dipimpin Hammond dan Gauke, yang bersikukuh kesepakatan harus tercapai sebelum Inggris keluar dari Uni Eropa.

Sementara itu juga ada kubu oposisi Partai Buruh dan Partai Liberal Demokrat yang terpecah antara blok yang menginginkan kesepakatan dengan blok lain dan yang mengajukan ide untuk menggelar referendum kedua.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com