Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mantan Presiden Sudan Omar Al-Bashir Didakwa Korupsi

Kompas.com - 31/08/2019, 22:48 WIB
Agni Vidya Perdana

Penulis

Sumber AFP

KHARTOUM, KOMPAS.com - Seorang hakim Sudan, pada Sabtu (31/8/2019), resmi mendakwa mantan Presiden Sudan, Omar al-Bashir dengan tuduhan korupsi dan kepemilikan mata uang asing ilegal.

Mantan pemimpin Sudan itu tampil di pengadilan untuk kali pertama sejak digulingkan pada April lalu dan apabila terbukti bersalah akan diancam dengan hukuman penjara lebih dari 10 tahun.

Hakim Al-Sadiq Abdelrahman yang memimpin persidangan menguraikan dakwaan dan mengatakan sejumlah besar uang tuni dalam berbagai mata uang ditemukan di kediamannya.

Baca juga: Setelah 30 Tahun Berkuasa, Presiden Sudan Dikabarkan Mundur

"Pihak berwenang mengatakan telah menyita 6,9 juta euro (sekitar Rp 107 miliar), 351.770 dollar AS (sekitar Rp 4,9 miliar), dan 5,7 juta pound Sudan (sekitar Rp 1,7 miliar), di kediaman (Bashir), yang diperoleh dan digunakannya secara ilegal," kata Abdelrahman.

Sementara Bashir, yang berbicara untuk pertama kalinya di pengadilan, mengatakan bahwa uang tunai yang disita merupakan sisa dari uang setara total 25 juta dollar AS (sekitar Rp 354 miliar) yang diterimanya dari Pangeran Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman.

"Manajer kantor saya... menerima telepon dari kantor Pangeran Mahkota Saudi Mohamed bin Salman yang mengatakan ia memiliki 'pesan' yang akan dikirim dengan jet pribadi," kata Bashir kepada pengadilan.

Baca juga: Uang Tunai Senilai Rp 1,5 Triliun Ditemukan di Kediaman Mantan Presiden Sudan

"Kami diberitahu bahwa pangeran mahkota tidak ingin namanya muncul (terkait dengan transaksi) dan jika dana disetor ke bank Sudan atau kementerian keuangan, sumber itu harus diidentifikasi," katanya.

Bashir tidak dapat mengingat kapan dirinya menerima dana tersebut. Akan tetapi mantan presiden berusia 75 tahun itu menegaskan bahwa dana itu diterimanya sebagai bagian dari hubungan strategis Sudan dengan Arab Saudi.

"Dana itu tidak digunakan untuk kepentingan pribadi, melainkan sebagai sumbangan untuk mendukung individu dan entitas, termasuk perusahaan impor gandum, universitas, dan rumah sakit," kata Bashir.

Hakim Abdelrahman mengatakan, undang-undang yang berlaku di Sudan dapat menghukum pihak yang memperoleh kekayaan ilegal hingga 10 tahun penjara, sementara untuk penggunaan dana asing secara ilegal diancam hukuman penjara maksimal tiga tahun.

Baca juga: Mantan Presiden Sudan Dipindahkan ke Penjara

Namun pengacara Bashir, Ahmed Ibrahim al-Taher, bersikeras kliennya "tidak bersalah" dan akan menghadirkan saksi ke pengadilan.

"Kami memiliki saksi, bukti, dan dokumen yang akan kami tunjukkan ke hadapan pengadilan untuk membantah tuduhan ini," kata Taher.

Sudan dalam beberapa tahun belakangan memainkan peran penting dalam mendukung kepentingan regional Arab Saudi dan sekutu-sekutunya.

Sementara pemerintahan Bashir mengawasi perubahan kebijakan luar negeri Sudan yang membuat Khartoum memutuskan hubungan yang sudah terjalin puluhan tahun dengan Iran.

Baca juga: Baru Sehari Menjabat, Panglima Militer Sudan Mengundurkan Diri

Pemerintahan Bashir memihak Riyadh yang berselisih dengan Teheran. Hal itu ditunjukkan dengan menyediakan pasukan untuk koalisi pimpinan Arab Saudi yang berperang melawan pemberontak Houthi yang didukung Iran dalam perang Yaman.

Sidang berjalan selama sekitar dua setengah jam, sebelum hakim memerintahkan persidangan ditunda hingga 7 September.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber AFP
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com