Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 29/08/2019, 16:10 WIB
Ardi Priyatno Utomo

Penulis

BEIJING, KOMPAS.com - China menyatakan, militer mereka tengah melakukan "rotasi" dengan mengerahkan pasukan baru di Hong Kong, di tengah rencana demo akhir pekan.

Media pemerintah seperti Xinhua memberitakan kendaraan lapis baja angkut personel dan truk melintasi kawasan perbatasan di pos pemeriksaan Pelabuhan Huanggang.

Sementara dikutip SCMP Kamis (29/8/2019), pasukan marinir China sampai di pangkalan angkatan laut Stonecutters pada pukul 04.00 dini hari waktu setempat.

Baca juga: China Kecewa Pernyataan Para Pemimpin G7 yang Dukung Otonomi Hong Kong

Dalam laporan Xinhua, militer China menyatakan mereka tengah melakukan rotasi tahunan dan membantu mempertahankan kemakmuran dan stabilitas Hong Kong.

Hanya saja dalam rotasi sebelumnya, media resmi Beijing baru merilis rotasi di garnisun Hong Kong setelah proses penempatan dan pemulangan pasukan lama selesai dilakukan.

Rotasi itu disetujui oleh Komisi Militer Pusat China yang diketuai langsung oleh Presiden Xi Jinping, dan menjadi agenda ke-22 sejak Hong Kong diserahkan 1997 silam.

Langkah itu disebut merupakan agenda normal sejalan dengan langkah Wilayah Administratif Khusus Hong Kong, yang menekankan tentang sistem rotasi setiap tahunnya.

Kabar soal pergerakan pasukan itu terjadi beberapa hari jelang rencana demo baru yang bakal terjadi Sabtu (31/8/2019), di mana ratusan ribu orang bakal turun ke jalan.

pakar militer Zhou Chenming menuturkan laporan dari Xinhua itu bertujuan untuk meluruskan spekulasi karena keberadaan pasukan di Hong Kong, dan menekankan itu hanya agenda rutin.

Zhou menjelaskan rotasi itu sudah dipikirkan dengan berbagai pertimbangan. Sebab jika mereka masuk secara diam-diam, maka Hong Kong bakal gempar.

"Beijing masih menghargai stabilitas Hong Kong," ulas Zhou yang memprediksi, kemungkinan pasukan yang bermarkas di garnisun masih sama, 6.000-7.000 personel.

Diwartakan AFP, pusat finansial dunia itu tengah berada dalam krisis berkepanjangan, memaksa China bereaksi dan menyebut demonstrasi itu "berperilaku teroris".

Izin menggelar aksi protes sudah ditolak kepolisian dengan alasan keamanan. Meningkatkan dugaan bakal terjadi bentrokan massa dengan aparat buntut pelarangan itu.

Dalam surat kepada Civil Human Rights Front (CHRF) selaku koordinator aksi, polisia menekankan kekhawatiran demo itu ditunggangi massa yang "berniat merusak".

Surat itu menyatakan ada massa yang melakukan blokade, menggunakan bom molotov, batu bata, hingga senjata buatan sendiri untuk menghancurkan properti publik.

Aksi protes itu bermula ketika pemerintah setempat meluncurkan usulan undang-undang yang bisa mengekstradisi pelaku kejahatan hingga ke China daratan.

Aksi massa menentang UU Ekstradisi itu lambat laun berubah menjadi seruan akan reformasi demokrasi, sekaligus menuntut penyelidikan atas kebrutalan polisi.

Baca juga: PM Inggris hingga Presiden Donald Trump Dukung Otonomi Hong Kong

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com