Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia Hendak Pindahkan Ibu Kota ke Kalimantan Timur, Ini Daftar Negara yang Lebih Dulu Melakukan

Kompas.com - 27/08/2019, 15:19 WIB
Ardi Priyatno Utomo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden RI Joko Widodo mengumumkan pada Senin (26/8/2019), Indonesia bakal memindahkan ibu kota dari Jakarta ke Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim).

Dalam konferensi pers yang ditayangkan televisi nasional, presiden yang akrab disapa Jokowi itu mengatakan, lokasinya bakal berada di sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara.

Pernyataan Jokowi memindahkan ibu kota ke Kalimantan Timur tak hanya mengakhiri spekulasi berbulan-bulan. Namun juga menimbulkan pro maupun kontra.

Baca juga: Perkantoran Bekas di Jakarta Akan Diubah Jadi RTH Setelah Ibu Kota Pindah

Banyak yang menyoroti urgensi pemindahan hingga kekhawatiran dari pemerhati lingkungan bahwa pembangunan lokasi baru bakal berdampak kepada kawasan dan spesies yang dilindungi.

Apa pun dinamika diskursus yang berkembang, Indonesia menjadi negara kesekian di dunia yang memutuskan memindahkan lokasi pemerintahannya ke tempat baru.

Terdapat beberapa negara di dunia yang lebih dahulu melakukannya. Seperti dilansir BBC dan AFP via Channel News Senin (26/8/2019), berikut daftarnya.

1. Kazakhstan

Pada 1997, Presiden Nursultan Nazarbayev memutuskan untuk memindahkan ibu kota dari Almaty, dan menempatkannya di provinsi antah berantah, sekitar 1.200 km ke utara.

Satu kebijakan pertama yang dia telurkan adalah mengubah nama dari Aqmola, yang artinya adalah "Kuburan Putih", menjadi Astana, dan memulai pembangunan.

Dia memanggil arsitek ternama dari seluruh dunia untuk ikut membangun Astana dari nol. Salah satu bangunan yang menjadi ciri khas adalah Khan Shatyr.

Tenda terbesar dunia itu merupakan karya Norman Foster, seorang arsitek asal Inggris yang juga menyelesaikan proyek Stadion Wembley di London.

Menara Baytarek mewakili telur yang ditaruh di puncak pohon merupakan pusat observasi. Lalu bangunan lain seperti istana kepresidenan hingga gedung konser.

Semua pembangunan megah itu bisa terjadi berkat pendapatan dari sektor minyak yang meningkat. Pada 2018, ekonomi Kazakhstan tumbuh sebesar 4,8 persen.

Sebagai bentuk penghargaan, ketika Nazarbayev mengundurkan diri padsa Maret lalu, parlemen Kazakhstan mengubah nama ibu kota dari Astana menjadi Nur Sultan.

Baca juga: Ibu Kota Baru, Kemenpar Dorong KEK Pariwisata di Kalimantan Timur

2. Myanmar

Luas ibu kota saat ini, Naypyidaw, empat kali lebih besar dari London. Namun hanya mempunyai sedikit orang. Berdasarkan sensus 2014, jumlahnya sekitar 1,16 juta.

Bandingkan dengan ibu kota sebelumnya, Yangon, yang mempunyai penduduk 5,9 juta jiwa. Sejarah Naypyidaw sebagai pusat pemerintahan Myanmar pun dimulai sejak 2005.

Mempunyai arti "Kursi Sang Raja", hingga kini alasan junta militer memindahkan pemerintahan dari Yangon ke Naypyidaw tidak pernah dipaparkan dengan jelas.

Kementerian informasi menerangkan lokasinya strategis. Namun analis ragu. Mereka yakin junta kemungkinan takut jika terjadi invasi dari negara asing.

Baca juga: PAN: Pemindahan Ibu Kota Belum Tepat Dilakukan Sekarang

Ada juga yang menyebut junta ingin meningkatkan kontrol terhadap etnis minoritas di perbatasan, sementara yang lain percaya mereka bertindak seperti raja Burma (nama lama Myanmar) sebelum kolonial.

Pada saat itu, para raja Burma membangun istana maupun kota baru berdasarkan petunjuk dari ahli nujum. Kota itu disebut punya segala fasilitas ibu kota.

Jalan yang mengarah ke istana presiden maupun parlemen dan punya 20 jalur. Namun bedanya, jalan itu begitu lengang dengan hampir tidak ada kemacetan.

Kemudian terdapat mal yang mengilap dan hotel mewah. Ada juga kebun binatang, dan setidaknya tiga stadion. Tak seperti bagian lain Myanmar, Naypyidaw dialiri listrik setiap waktu.

3. Bolivia

Negara Amerika Latin ini punya dua ibu kota; Sucre dan La Paz. Awalnya Sucre merupakan satu-satunya ibu kota hingga perang saudara pecah di Bolivia.

Dalam perang singkat 1899 itu, Sucre kalah dari La Paz. Setelah itu, parlemen serta layanan pemerintahan lain dipindah ke La Paz. Sementara yudisial tetap di Sucre.

Berlokasi di pusat negara, Sucre merupakan lokasi lahirnya Bolivia 1825 siam. Namun, jumlah penduduknya hanya 250.000, dibanding 1,7 juta di La Paz.

Pada 2007, terdapat usulan untuk memindahkan kembali parlemen dan pemerintahan ke Sucre. Usul yang kemudian mendapat respons berupa aksi protes di La Paz.

Gagasan itu muncul dari persaingan regional antara pendukung Presiden Evo Morales di dataran tinggi yang relatif miskin, dengan oposisi timur yang lebih makmur.

Akhirnya, usul tersebut dicabut. Hingga saat ini, Bolivia masih mempunyai dua ibu kota, Sucre serta La Paz.

Baca juga: Perencanaan Tata Ruang Ibu Kota Diminta Pertimbangkan Kearifan Lokal

4. Nigeria

Hingga 1991, Lagos yang merupakan kota terbesar Nigeria juga berfungsi sebagai ibu kota negara. Namun muncul wacana untuk memindahkanya ke Abuja.

Pertama adalah jaraknya yang jauh dari pesisir. Jika dari Maiduguri, dibutuhkan 1.600 km jalan darat sebelum ke Lagos. Di Abuja, jaraknya lebih dekat.

Kemudian fakta Lagos merupakan kota padat (bahkan merupakan salah satu kota paling penuh di sub-Saharan Afrika) menjadi alasan lain untuk pindah.

Selain itu, Abuja lebih netral baik etnis maupun politik. Grup Yoruba mendominasi Lagos. Sementara tenggara, penguasanya adalah Igbo, dengan Hausas di barat laut.

Baca juga: Ibu Kota Negara Pindah, Anies Sebut Kemacetan Tak Akan Berkurang di Jakarta

Pemindahan ke Abuja menghindari konflik yang terjadi pada periode 1967-1970. Ketika itu, Nigeria menderita akibat Perang Biafran yang dipicu keinginan Igbo melepaskan diri.

Abuja sudah direncanakan dengan jalan yang relatif lebar, terdapat mahkamah agung maupun parlemen. Tetapi, banyak badan federal yang memutuskan masih berkantor di Lagos.

5. Portugal

Selama 13 tahun, ibu kota Portugal bukan di Lisbon, melainkan Rio de Janeiro, Brasil. Sebabnya adalah ketika Perancis yang dipimpin Napoleon menyerang Portugal dalam Perang Peninsular (1807-1814).

Dinasti Nraganza bersama anggota keluarga kerajaan lain menuju koloni Portugal di Brasil, dan sampai di Rio de Janeiro pada Maret 1808 silam.

Rio di awal abad ke-19 merupakan kota kaya dengan ditemukannya emas, berlian, gula, terdapat juga budak mencapai jutaan orang atau sepertiga populasi.

Dom Joao VI yang merupakan putra mahkota langsung membentuk Kerajaan Portugal, Brasil, dan Algarves Raya. Menaikkan status Brasil dari koloni menjadi negara.

Pada 1821, Kerajaan Portugal kembali memindahkan kerajaannya kembali ke Lisbon hingga berakhirnya monarki di Portugal pada 1910.

6. Malaysia

Di bawah pemerintahan periode pertama Perdana Menteri Mahathir Mohamad, Negeri "Jiran" memboyong pemerintahannya dari Kuala Lumpur ke Putrajaya.

Meski begitu, Kuala Lumpur masih tetap menjadi ibu kota resmi Malaysia sekaligus kediaman resmi raja. Alasannya setelah Kuala Lumpur sudah terlalu padat.

Baca juga: Sesuai UU, KPK Akan Ikut Pindah ke Ibu Kota Baru

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com