Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kerusuhan Kembali Hantam Hong Kong, Polisi Tembakkan Gas Air Mata

Kompas.com - 24/08/2019, 21:16 WIB
Ardi Priyatno Utomo

Penulis

Sumber AFP

HONG KONG, KOMPAS.com - Polisi menembakkan gas air mata dan memukul mundur para pendemo menggunakan tongkat setelah Hong Kong kembali dilanda kerusuhan Sabtu (24/8/2019).

Diberitakan AFP, para pengunjuk rasa pro-demokrasi membalasnya dengan rentetan lemparan batu, botol, maupun tiang bambu ketika kebuntuan berubah jadi konflik.

Hong Kong saat ini tengah dilanda aksi protes selama tiga bulan. Diawali dari sikap kontra terhadap UU Ekstradisi sebelum meningkat jadi tuntutan reformasi demokrasi.

Baca juga: Unggah Postingan soal Demo Hong Kong di Facebook, Pramugari Cathay Pacific Dipecat

Sempat damai, kerusuhan kembali pecah ketika ribuan pendemo, banyak yang mengenakan topi serta masker, berbaris melalui kawasan industri Kwun Tong.

Di sana, mereka sudah dihadang puluhan polisi berbekal perisai dan pentungan. Pendemo garis depan lalu membuat barikade, dan mencoret tembok berisi hinaan kepada aparat.

Segera setelah sore menyingsing, beberapa anggota demonstran melemparkan batu ke arah polisi, yang segera membalas menggunakan pentungan dan semprotan merica.

Gas air mata pun ditembakkan di seantero jalanan, memaksa para pendemo untuk mundur, meninggalkan beberapa botol pecah, dan api di tempat mereka berorasi.

Sejumlah pengunjuk rasa berbaju hitam ditahan, di mana polisi menyatakan mereka dianggap sebagai biang keladi yang sudah menyalakan api serta melempar batu bata.

Adapun bentrokan serius terakhir antara massa dengan polisi terjadi 1,5 pekan lalu, di mana massa memutuskan untuk menduduki Bandara Internasional Hong Kong.

Tensi sudah memanas dalam aksi Sabtu sejak demonstran garis keras, dikenal sebagai brave, sudah berkumpul. Mereka ditempa oleh demo tiga bulan terakhir.

"Saya mengerti bahwa melakukan aksi damai tidak akan menyelesaikan apa pun," terang remaja 19 tahun yang masuk dalam kelompok brave bernama Ryan.

Dia menuturkan jika aksi dilakukan secara damai, pemerintah pasti tidak akan menanggapi. "Jadi jika saya ditangkap, itu semata karena saya menyuarakan keadilan," tegasnya.

China menggunakan campuran antara intimidasi, propaganda, dan tekanan ekonomi untuk membungkam demo. Sesuatu yang disebut sebagai "teror putih" oleh demonstran.

Baca juga: Diduga Kampanyekan Melawan Demo Hong Kong, 210 Channel YouTube Dinonaktifkan

Tidak Ada Masa Depan

Aksi protes dimulai ketika Kepala Eksekutif Hong Kong Carrie Lam memperkenalkan undang-undang yang bisa mengekstradisi kriminal ke China daratan.

Pendemo menyatakan, kebebasan unik yang mereka dapatkan terancam dengan semakin kuatnya cengkeraman politik China di pusat finansial dunia itu.

Meningkatnya biaya hidup serta kesulitan mendapat pekerjaan jadi salah satu motivasi generasi muda ketika turun ke jalan dan ikut berdemo.

Polisi menjadi target yang paling disasar oleh pendemo karena penanganan mereka yang dianggap brutal dalam krisis selama tiga bulan terakhir.

Lueng yang masuk dalam kelompok garis depan menuturkan, motivasi utamanya saat turun ke jalan adalah karena dia tidak melihat ada masa depan dengan rezim ini.

Warga Hong Kong yang lebih senior mendukung gerakan generasi muda. Meski mereka tidak sepakat dengan pendekatan yang berbuah kepada kekacauan.

"Anak-anak muda yang memutuskan untuk ikut berdemo sudah meletakkan masa depannya. Mereka melakukannya demi Hong Kong," kata Dee Cheung yang berusia 65 tahun.

Baca juga: Demo Hong Kong Berlanjut, Mahasiswa Berencana Boikot Perkuliahan selama 2 Pekan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber AFP
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com