Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dampak Kebijakan Satu Anak China: Para Pria Kesulitan Cari Istri

Kompas.com - 24/08/2019, 19:02 WIB
Ardi Priyatno Utomo

Penulis

 

BEIJING, KOMPAS.com - Sudah tiga tahun terakhir, atau sejak 2016, pemerintah China memutuskan untuk mencabut salah satu aturan mereka: kebijakan satu anak.

Diperkenalkan pada 1979 silam, kebijakan itu dicabut setelah Negeri "Panda" menghadapi penurunan tenaga kerja yang bersumber dari populasi yang menua.

Dampak lain yang terasa dari kebijakan satu anak yang diperkenalkan oleh mendiang Pemimpin China Deng Xiaoping itu adalah para pria di sana kekurangan istri.

Baca juga: Meski Kebijakan Satu Anak Dihapus, Kelahiran di China pada 2018 Terendah

Berdasarkan pemberitaan SCMP Juni 2015 dan studi Institute for Family Studies Desember 2018 memaparkan, terdapat 120 anak laki-laki dibanding perempuan.

Artinya dalam empat dekade terakhir, terdapat 30 juta lebih banyak bocah laki-laki dibanding perempuan disebabkan nilai tradisional bahwa pria harus didahulukan.

Ketimpangan itu membuat para pria kesulitan mencari istri. Sebabnya, kalangan wanita mempunyai daya tawar untuk menolak laki-laki yang tidak mempunyai uang.

Akibatnya, generasi pria yang lajang masuk ke dalam "cabang telanjang". Karena mereka sama sekali tidak bisa dimasukkan ke dalam garis silsilah keluarga tanpa memiliki keturunan.

Ketimpangan, ditambah tekanan finansial yang harus dihadapi demi mendapat pasangan, membuat para pria China dilaporkan mulai melakukan berbagai macam cara.

Mereka bahkan bersedia membeli istri dari pelaku perdagangan orang. Pada awal 2018, penegak hukum menyelamatkan 17 gadis Vietnam dan menahan 60 penyelundup manusia.

Di Indonesia sendiri, pada Juni lalu Kantor Imigrasi Kelas I Pontianak, Kalimantan Barat, mengumumkan menahan tujuh orang, dengan enam di antaranya pria.

Dalam pemberitaan Kompas.com bertanggal 17 Juni, Kepala Seksi Waskadim Kelas I Pontianak Syamsuddin berkata, keenam pria itu datang ke Indonesia memang berniat mencari pasangan.

“Berdasarkan pemeriksaan, mereka datang ke Pontianak mencari istri untuk minta dinikahkan dan dibawa ke China,” kata Syamsuddin ketika dikonfirmasi.

Berdasarkan pemberitaan BBC Indonesia, terdapat 29 perempuan yang berasal dari Kalimantan Barat dan Jawa Barat yang menjadi korban perdagangan orang ke China.

Catatan Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), sejak April tahun ini ada 13 perempuan asal Kalimantan Barat yang diduga jadi korban perdagangan orang.

Dari jumlah tersebut, sebanyak sembilan perempuan telah dipulangkan ke daerah masing-masing. Kemudian di Jawa Barat tercatat 16 wanita jadi korban serupa.

Juru bicara Polda Kalimantan Barat Kombes Pol Donny Charles Go berkata, sindikat perdagangan manusia di wilayahnya sejatinya sudah tercium lama.

Namun, untuk menjerat dan menyeret pelakunya ke hadapan hukum bukan perkara mudah. Sebabnya, mereka harus berhadapan dengan kurangnya bukti yang terkumpul.

Kemudian sebagai akibat dari upaya memenuhi permintaan si calon pengantin, studi di IFS menemukan terjadi peningkatan di sektor kejahatan finansial.

Berdasarkan penelitian Lisa Cameron, Zhang Dan-dan, dan Xin Meng, bukan sebuah kejutan jika pasangan diminta menyediakan apartemen atau hadiah uang hingga 15.000 dollar AS, atau Rp 213,5 juta.

Baca juga: China Resmi Mencabut Kebijakan Satu Anak

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com