Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perancis Ajukan Proposal untuk Selamatkan Kesepakatan Nuklir Iran

Kompas.com - 22/08/2019, 22:17 WIB
Agni Vidya Perdana

Penulis

Sumber Reuters

OSLO, KOMPAS.com - Perancis telah mengajukan proposal untuk menyelamatkan Kesepakatan Nuklir Iran 2015 yang terancam bubar setelah ditinggalkan Amerika Serikat.

Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif menyambut baik proposal Perancis dan siap bekerja bersama-sama untuk mempertahankan kesepakatan tersebut.

"Ada proposal yang menjadi pilihan, baik dari pihak Perancis maupun Iran, dan kami akan mulai membahas proposal tersebut," kata Zarif di Institut Urusan Internasional Norwegia, Kamis (22/8/2019).

Proposal tersebut diajukan oleh Presiden Perancis Emmanuel Macron, pada Rabu (21/8/2019), yang di antaranya mengusulkan adanya pelunakan sanksi terhadap Iran atau memberikan mekanisme kompensasi untuk memungkinkan rakyat Iran dapat hidup lebih baik.

Baca juga: Iran Desak Negara Sahabat Bantu Selamatkan Kesepakatan Nuklir 2015

Sebagai timbal baliknya, Iran, yang kini telah meninggalkan sebagian isi kesepakatan, diminta untuk kembali mematuhi secara penuh kesepakatan nuklir 2015 tersebut.

"Saya menantikan untuk dapat bertemu dan membahas secara serius dengan Presiden Macron tentang kemungkinan untuk melangkah maju," kata Zarif, dikutip Reuters.

Zarif sebelumnya mengatakan telah menjadwalkan pertemuan dengan Macron dan Menteri Luar Negeri Perancis Jean-Yves Le Drian di Paris pada Jumat (23/8/2019).

Kesepakatan Nuklir Iran 2015, atau yang resminya bernama Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA), ditandatangani oleh Teheran, bersama AS, Inggris, Cina, Prancis, Jerman, dan Rusia, pada 14 Juli 2015.

Baca juga: Pemimpin Tertinggi Iran: Kami Siap Tinggalkan Kesepakatan Nuklir

Kesepakatan itu menjanjikan manfaat ekonomi dan bantuan peringanan sanksi untuk Iran.

Namun pada Mei 2018, Presiden AS Donald Trump memutuskan menarik Washington dari perjanjian dan kembali memberlakukan sanksi terhadap negara Republik Islam itu.

Sebagai tindakan balasan, Teheran pun mengumumkan akan secara bertahap meninggalkan kesepakatan 2015, dimulai dengan melebihi batas cadangan uranium yang diizinkan sebesar 300 kilogram, dan melampaui batas konsentrasi pengayaan uranium yang disyaratkan, yakni 3,67 persen.

Pihak Eropa yang menjadi penanda tangan kesepakatan, yakni Inggris, Perancis, dan Jerman, menyerukan dialog karena ketegangan yang semakin meningkat antara AS dengan Iran.

Sementara itu, Zarif juga membahas tentang upaya Washington yang saat ini sedang membangun misi keamanan di perairan Teluk, dengan mengundang angkatan laut negara sekutunya untuk bergabung dalam koalisi maritim yang dipimpinnya.

Baca juga: Iran Tak akan Pertahankan Kesepakatan Nuklir yang Tidak Menguntungkan

Sejauh ini telah ada Inggris, Australia, dan Bahrain, yang menyatakan kesiapan untuk bergabung dalam koalisi maritim pimpinan AS.

Washington beralasan koalisi tersebut dimaksudkan untuk melindungi kapal-kapal dagang yang melintasi perairan Teluk dari ancaman serangan, seperti yang sempat terjadi beberapa waktu lalu.

Namun Teheran memandang AS berniat membangun kehadiran angkatan lautnya di perairan Teluk untuk melawan Iran.

"Sudah jelas bahwa niat AS adalah untuk memiliki kehadiran angkatan lautnya di Teluk Persia dan untuk melawan Iran. Jangan berharap kami akan tetap diam ketika seseorang datang ke perairan kami dan mengancam kami," ujarnya.

Baca juga: Obama: Keputusan Trump Keluar dari Kesepakatan Nuklir Iran Sesat

Zarif, dalam pidatonya di Oslo, juga mengatakan jika Iran tidak akan memulai peperangan di wilayah Teluk, namun menegaskan bahwa negaranya akan mempertahankan diri.

"Apakah akan ada perang di Teluk Persia? Saya dapat memberi tahu Anda bahwa kami tidak akan memulai perang, tapi kami akan mempertahankan diri," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com