Sedangkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyatakan dia mendapat informasi intelijen bahwa pasukan China sudah digerakkan ke Hong Kong.
"Saya berharap semuanya berjalan baik, bahkan bagi China. Saya berharap segalanya berjalan damai. Tidak ada yang terluka, tidak ada yang terbunuh," bebernya.
Baca juga: Trump: Presiden China Bisa Selesaikan Krisis Hong Kong dengan Cepat dan Manusiawi
Peserta unjuk rasa pro-demokrasi sudah melakukan aksinya dalam 10 pekan terakhir. Dimulai dari menentang UU Ekstradisi, kini mereka menuntut kebebasan dan hak lebih besar.
Pusat finansial dunia tersebut menganut "satu negara, dua sistem" sejak diserahkan sebagai bekas koloni Inggris ke China pada 1997 silam.
Hong Kong menikmati kebebasan sipil yang lebih besar daripada di daratan utama. Namun banyak yang khawatir bahwa intervensi Beijing semakin besar.
Aksi protes yang kadang disertai gesekan dan membuat bandara tersibuk dunia sempat lumpuh itu menjadi ancaman terbesar China sejak penyerahan 1997.
Militer China memang belum pernah mengintervensi Hong Kong. Namun, mereka bisa dikerahkan atas permintaan pemerintah setempat demi "ketertiban umum".
James Char, pakar militer dari Singapore's Nanyang Technological University mengatakan, penempatan paramiliter di Shenzhen mempunyai dua makna.
Pertama menunjukkan kekuatan China. Kedua adalah peringatan bagi para pendemo supaya mereka berpikir dua kali jika ingin meningkatkan aksi protes.
"Saya yakin rezim ini tentu memahami jika mereka benar-benar melakukannya, maka bakal semakin mengobarkan semngat pengunjuk rasa anti-China," kata Char.
Dalam beberapa hari terakhir, China semakinm meningkatkan kecaman mereka dengan yang terbaru, menyebut para pendemo "berperilaku seperti teroris".
Baca juga: Citra Satelit Tunjukkan Barisan Truk Pengangkut Pasukan di Perbatasan Hong Kong
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan