HONG KONG, KOMPAS.com - Selama dua bulan terakhir, suasana di Hong Kong begitu mencekam karena adanya demo disertai gesekan antara polisi dengan massa pro-demokrasi.
Bentrokan yang dikabarkan menimbulkan korban luka itu menuai kecaman keras dari China, dengan beredar video tentara melakukan latihan penanganan anti huru hara.
Semua demo itu dipicu oleh satu produk legislasi bernama UU Ekstradisi yang dianggap bakal mengancam kebebasan di kota bekas koloni Inggris itu.
Baca juga: Amankah Berkunjung ke Hong Kong Saat Ini?
Dilansir BBC, berikut penjelasan singkat tentang UU Ekstradisi yang menjadi pemicu gerakan yang kemudian berkembang menjadi tuntutan reformasi demokrasi itu.
Sejatinya, UU Ekstradisi itu bakal mengekstradisi penjahat jika mendapat permintaan dari otoritas China daratan, Macau, maupun Taiwan didasarkan kasus per kasus.
Usulan itu muncul setelah seorang pria Hong Kong membunuh pacarnya ketika mereka berlibur di Taiwan. Namun pria itu tidak bisa diesktradisi.
Sejumlah pejabat Hong Kong, termasuk Kepala Eksekutif Carrie Lam, menegaskan bahwa keberadaan undang-undang itu tidak lain adalah memberi perlindungan dari para kriminal.
Beberapa kasus seperti penggelapan pajak dihapuskan dari pasal pembahasan setelah kalangan pengusaha dan pelaku ekonomi menyuarakan kekhawatiran mereka.
Pejabat Hong Kong sudah menyatakan bahwa pengadilan bakal mempertimbangkan apakah mengabulkan permintaan ekstradisi, dengan terduga pelaku kejahatan agama dan politik dikecualikan.
Pemerintah menjamin publik bahwa mereka hanya menyerahkan terdakwa yang sudah mendapat vonis penjara seumur hidup atau paling tidak tujuh tahun.
Baca juga: Bandara Hong Kong Pulih, Penerbangan Garuda Indonesia Kembali Normal
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.