Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Karim Raslan
Pengamat ASEAN

Karim Raslan adalah kolumnis dan pengamat ASEAN. Dia telah menulis berbagai topik sejak 20 tahun silam. Kolomnya  CERITALAH, sudah dibukukan dalam "Ceritalah Malaysia" dan "Ceritalah Indonesia". Kini, kolom barunya CERITALAH ASEAN, akan terbit di Kompas.com setiap Kamis. Sebuah seri perjalanannya di Asia Tenggara mengeksplorasi topik yang lebih dari tema politik, mulai film, hiburan, gayahidup melalui esai khas Ceritalah. Ikuti Twitter dan Instagramnya di @fromKMR

Sejarawan, Arsitek dari Ingatan Kita Bersama

Kompas.com - 12/08/2019, 17:41 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SEJARAWAN bergelut dengan masa lampau. Sebagai arsitek dari memori kolektif kita, mereka merekam, mendokumentasikan, dan mengabadikan.

Sejarah tidak pernah bisa menjadi obyektif karena seperti setiap bentuk dongeng, akan selalu ada seorang penulis atau narator yang memilah, menyunting, dan memproses bahan dari sumber-sumber tersebut.

Dengan demikian, tidak heran jika ada perbedaan keberpihakan. Hal terbaik yang dapat kita lakukan adalah menyadari keberadaannya.

Kebanyakan sejarawan tetap berada di ranah akademis. Minat mereka sering kali cenderung esoteris dan kabur.

Segelintir lainnya mencoba masuk ke dalam arena publik – berusaha memengaruhi dan membentuk opini populer – menarik lebih banyak kesimpulan umum dari penelitian mereka yang basisnya sempit.

Baca juga: Kemewahan Arsitektur Rumah Tropis Bertemu Interior Eklektik

 

Tidak semua berhasil dan tidak sedikit yang tersandung akibat lemahnya argumen mereka – dari aspek moral atau lain hal.

Bagi beberapa negara baru – terlebih di Asia Tenggara – dasar meta-narasi mereka sangat penting, terutama jika sebuah rangkaian tema besar dan menyeluruh dapat menyatukan penduduk yang terbagi oleh ras, agama, atau geografi.

Dalam membentuk meta-narasi ini, akan sangat membantu jika Anda seorang sejarawan dengan minat yang luas. Bagi Malaysia, mendiang sejarawan Universitas Malaya, Profesor Dr Khoo Kay Kim adalah orangnya.

Ia menjalankan peran publik dengan sangat serius. Ia adalah wali sekaligus arsitek dari perjalanan Malaysia membantu menyusun Rukunegara (dasar negara), layaknya Pancasila untuk Indonesia, di mana ia menggunakan pengetahuan mendalamnya terkait akar sejarah negara untuk mengukuhkan kosmopolitanisme dan inklusivitas Malaysia.

Tetap saja, mereka yang gagal memahami sejarah pasti akan mengulanginya.
Brexit adalah contoh nyata dari masalah ini, di mana Inggris mencari malapetaka dengan memungkiri masa lalu. Seluruh “proyek Uni Eropa (UE)” selalu dikerahkan untuk mencegah terulangnya perang di benua tersebut.

Berdasarkan pemikiran historis, pada dasarnya memungkiri masa lalu berarti politisi (di mana mereka bukan pemimpin) seperti Nigel Farage dan Boris Johnson berisiko mengembalikan kengerian Perang Dunia I dan II.

Sebab itu, sejarah dan sejarawan sangat penting. Meski begitu, mereka juga harus menjangkau keluar dari ranah akademis dan mampu menyuntikkan akal sehat dan perspektif yang lebih luas (terkait dengan meta-narasi yang saya bicarakan) ke dalam kehidupan orang banyak.

Baca juga: Arsitektur China dalam Mangkuk Porselen

Menariknya, banyak “sejarawan” yang bukan profesional mulai bermunculan – seniman, penyanyi, pembuat film, penulis buku komik dan YouTuber – yang berkutat dengan masa lalu. Mereka menjadi jauh lebih penting mengingat kondisi menyedihkan universitas-universitas negeri di Malaysia.

Saya telah mengumpulkan beberapa nama yang saya rekomendasikan untuk siapa pun yang tertarik dengan sejarah Asia Tenggara.

Sebagai permulaan, saya adalah penggemar berat penulis Filipina, Ambeth Ocampo, yang tulisannya di surat kabar telah menghidupkan dunia pahlawan kemerdekaan republik – Jose Rizal dan Andres Bonifacio. Tulisannya juga merupakan pengingat bahwa sejarah bisa menjadi menyenangkan. Menyampaikan sejarah secara tidak menarik dan membosankan pun tidak ada gunanya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com