Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

India Peringatkan Pakistan, Masalah Kashmir adalah Urusan Dalam Negeri

Kompas.com - 08/08/2019, 16:11 WIB
Agni Vidya Perdana

Penulis

Sumber AFP

NEW DELHI, KOMPAS.com - India memperingatkan kepada Pakistan bahwa masalah Kashmir merupakan urusan dalam negerinya dan mengingatkan agar negara tetangganya itu tidak turut campur.

Pernyataan keras tersebut disampaikan Kementerian Luar Negeri India, menyusul tindakan Islamabad, yang menurunkan peringkat hubungan diplomatiknya dengan New Delhi dan mengecam keputusan India yang menghapus status otonomi khusus wilayah Kashmir.

Pemerintah India pada Senin (5/8/2019), mengumumkan tentang pembatalan Pasal 370 dalam Undang-Undang Konstitusi yang memberi status otonomi khusus terhadap wilayah Kashmir, di kaku pegunungan Himalaya.

Dengan pembatalan tersebut, maka status otonomi khusus Kashmir secara otomatis dihapuskan dan menjadikan daerah itu langsung di bawah pemerintah pusat India.

Baca juga: 4 Hal Utama untuk Memahami Status Otonomi Khusus Kashmir yang Dicabut India dan Risikonya

Keputusan tersebut ternyata telah memicu protes dari Pakistan yang juga memiliki klaim terhadap sebagian wilayah yang mayoritas penduduknya Muslim itu.

Protes Pakistan ditunjukkan melalui respons yang merendahkan hubungan diplomatiknya dengan India, pada Rabu (7/8/2019), dan mengumumkan akan mengusir utusan India, serta menangguhkan perdagangan dengan negara tetangganya itu.

Namun pemerintah India menanggapi dengan menyebut bahwa keputusannya menghapus status otonomi wilayan itu merupakan "urusan dalam negeri" India.

"Perkembangan terakhir yang mengenai Pasal 370 sepenuhnya merupakan urusan internal India," kata Kementerian Luar Negeri dalam sebuah pernyataan.

"Berusaha untuk ikut campur dalam yurisdiksi itu dengan menunjukkan kekhawatiran terhadap wilayah itu tidak akan pernah berhasil," lanjut kementerian.

Baca juga: Para Komandan Tertinggi Angkatan Darat Pakistan Dukung Rakyat India Kashmir

Pemerintah India menyebut tindakan Pakistan yang melebih-lebihkan justru mengkhawatirkan. Sebaliknya, New Delhi menganggap langkah yang diambilnya akan mendorong pembangunan ekonomi di wilayah Himalaya dengan lebih baik.

Pertikaian diplomatik antara kedua negara bertetangga itu terjadi usai sebuah laporan media mengatakan ada lebih dari 500 orang telah ditangkap dalam tindakan keras di India Kashmir, yang kini berada di bawah jam malam yang ketat untuk menekan aksi kerusuhan dalam menanggapi penghapusan status otonomi.

Mereka yang ditahan terdiri dari para profesor, pemimpin bisnis, serta aktivis universitas, selain juga warga sipil.

Total sebanyak 560 orang telah dibawa ke pusat penahanan domestik, setelah penggerebekan yang dilakukan pada Jumat (6/8/2019) di kota Srinagar, Baramulla, dan Gurez, menurut media India Express.

Baca juga: Pemerintah India Hapus Status Otonomi Khusus Wilayah Kashmir

Penahanan itu terjadi saat Perdana Menteri Narendra Modi berpidato di depan radio negara India pada Kamis malam, untuk menjelaskan keputusan pemerintah nasionalis Hindu-nya.

Pemerintah India telah memberlakukan penguncian dan pemutusan layanan internet dan telepon, dengan hanya memungkinkan aksi jalan dalam "pergerakan terbatas di jalan-jalan yang biasanya ramai dengan turis".

Para telah memperingatkan bahwa lembah itu kemungkinan meletus dalam kemarahan atas langkah pemerintah unilateral yang mengejutkan begitu pembatasan dicabut, yang bisa datang segera setelah festival Idul Fitri Muslim pada hari Senin.

Pada Rabu (7/8/2019) malam, badan keamanan penerbangan India telah menyarahkan agar bandara di seluruh negeri untuk meningkatkan keamanan dengan keamanan sipil yang telah muncul sebagai sasaran empuk serangan teroris di belakang Kashmir.

Baca juga: Ketegangan Meningkat, India Tutup Wilayah Kashmir dan Kirim 70.000 Tentara

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber AFP
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com