KOMPAS.com - Pemerintah India, pada Senin (5/8/2019), telah mengumumkan secara resmi mencabut status otonomi khusus wilayah Kashmir yang telah berlaku selama hampir tujuh dekade.
Keputusan pemerintah India itu dianggap kontroversial dan berpeluang memperburuk situasi di wilayah yang disengketakan di kaki pegunungan Himalaya itu.
Namun apa yang menyebabkan keputusan itu kontroversial? Dan apa dampak yang mungkin ditimbulkan dari pencabutan status otonomi khusus itu?
Baca juga: Pemerintah India Hapus Status Otonomi Khusus Wilayah Kashmir
Berikut ini poin-poin utama untuk memahami situasi yang tengah terjadi di wilayah India Kashmir saat ini:
Dalam Undang-Undang Konstitusional India, terdapat satu pasal yang menyebutkan tentang status istimewa wilayah Kashmir, yakni Pasal 370 yang mulai diberlakukan sejak 14 Mei 1954.
Pasal tersebut diberlakukan untuk membantu umat Muslim Kashmir dalam menjaga nilai-nilai kebudayaan mereka yang kuat di tengah negara dengan mayoritas penduduknya menganut agama Hindu.
Berdasarkan pasal tersebut, wilayah Kashmir yang dikuasai India, yang masuk dalam negara bagian Jammu dan Kashmir, memiliki posisi khusus dalam persatuan India.
Ketentuan dalam pasal itu memberi hak kepada wilayah Kashmir untuk memiliki konstitusi sendiri, bendera sendiri, dan kebebasan dalam menjalankan urusan pemerintahan yang terpisah dari pemerintah pusat India, kecuali dalam urusan hubungan luar negeri, pertahanan, dan komunikasi.
Baca juga: India Kirim 10.000 Tentara Paramiliter di Perbatasan Kashmir
Pasal 370 tersebut utamanya diberlakukan untuk melindungi ciri khas demografi wilayah Kashmir yang mayoritas penduduknya Muslim.
Salah satu ketetapan penting dalam pasal itu adalah bahwa hanya warga Kashmir yang berhak untuk tinggal secara permanen, membeli tanah, dan menduduki jabatan pemerintah daerah.
Wilayah Kashmir yang dikuasai India masuk dalam negara bagian Jammu dan Kashmir. Wilayah itu merupakan daerah di India yang mayoritas penduduknya adalah Muslim.
Sejak India dan Pakistan mendapatkan kemerdekaan dari India pada Agustus 1947, wilayah Kashmir telah diperebutkan kedua negara berkekuatan nuklir itu.
Awalnya wilayah Kashmir yang mayoritas penduduknya Muslim diperkirakan bakal bergabung dengan Pakistan atau merdeka, namun penguasa wilayah itu akhirnya memutuskan gabung dengan India sebagai imbalan atas bantuan yang diberikan dalam melawan serbuan kelompok suku dari Pakistan.
Baca juga: Ada Ancaman Serangan Teroris, 2 Pangkalan Udara India di Kashmir Siaga
Namun banyak penduduk wilayah Kashmir yang tidak menghendaki untuk bergabung dengan India dan lebih memilih merdeka atau bergabung dengan Pakistan.
Pada akhirnya kedua negara sama-sama mengklaim dan menguasai sebagian dari wilayah di pegunungan Himalaya itu, dengan Kashmir di sisi selatan dikuasai India, dan utara dikendalikan Pakistan.
Walau demikian, perselisihan untuk menguasai secara penuh wilayah Kashmir masih terus berlanjut. Tercatat sudah dua kali perang pecah antara India dengan Pakistan untuk memperebutkan wilayah itu.
Pada Senin (5/8/2019) lalu, pemerintah India secara resmi mengumumkan dekrit presiden yang membatalkan Pasal 370 Undang-Undang Konstitusional India.
Dalam arti lain, dekrit presiden itu mencabut status otonomi khusus wilayah Kashmir dan menjadikannya sama dengan negara bagian India lainnya.
Hal tersebut dilakukan sebagai perwujudan salah satu janji kampanye dari Partai Bharatiya Janata (BJP) yang meraih kemenangan dalam pemilihan umum di India tahun ini, serta menduduki mayoritas kursi di parlemen.
Baca juga: Para Komandan Tertinggi Angkatan Darat Pakistan Dukung Rakyat India Kashmir
Selama masa kampanye, BJP menjanjikan untuk membatalkan Pasal 370 demi mengintegrasikan wilayah Kashmir dengan negara bagian lainnya.
Dengan dibatalkannya Pasal 370 tersebut, maka status otonomi khusus wilayah Kashmir juga turut dihapuskan. Hal itu berarti tidak ada lagi hak istimewa yang dimiliki pemerintah daerah maupun warga Kashmir.
Warga dari negara bagian India lainnya bakal dapat membeli tanah dan menetap di Kashmir dan dapat menempati jabatan-jabatan pemerintahan di wilayah tersebut.
Penghapusan status istimewa Kashmir telah menjadi kekhawatiran sejak lama bahwa cara hidup dan adat setempat akan hilang bersamaan dengan arus migrasi dari negara bagian lain di India.
Para pengamat menyebut pemerintah India secara sengaja ingin mengubah demografi kawasan itu dengan mengizinkan warga dari luar Kashmir, yang mayoritas Hindu, untuk berpindah ke sana.
Baca juga: Ada Kabar Ancaman Teror di Kashmir, Wisatawan Diimbau Segera Pergi
Penghapusan status istimewa itu juga diperkirakan bakal memperburuk perlawanan dari kelompok pemberontak dan pemberontakan yang telah berjalan selama tiga dekade, serta menewaskan hingga lebih dari 70.000 orang, terutama warga sipil.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.