Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Karim Raslan
Pengamat ASEAN

Karim Raslan adalah kolumnis dan pengamat ASEAN. Dia telah menulis berbagai topik sejak 20 tahun silam. Kolomnya  CERITALAH, sudah dibukukan dalam "Ceritalah Malaysia" dan "Ceritalah Indonesia". Kini, kolom barunya CERITALAH ASEAN, akan terbit di Kompas.com setiap Kamis. Sebuah seri perjalanannya di Asia Tenggara mengeksplorasi topik yang lebih dari tema politik, mulai film, hiburan, gayahidup melalui esai khas Ceritalah. Ikuti Twitter dan Instagramnya di @fromKMR

Di Chennai, Air Kini Lebih Mahal dari Bensin

Kompas.com - 26/07/2019, 10:15 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SEKITAR empat tahun lalu, Chennai, sebuah kota di India Selatan, yang merupakan ibu kota Tamil Nadu hampir terendam. Krisis air kini melanda Chennai dan sekitarnya. 

Sebelumnya, banjir terburuk sepanjang sejarah modern – yang disebabkan oleh rangkaian badai dari Teluk Bengal – melumpuhkan aktivitas 11 juta penduduk yang tinggal di kota pusat manufaktur dan jasa ini.

Bahkan, komunikasi dan transportasi ke Chennai pun terputus sebab genangan air payau membanjiri landasan pacu di Bandara Internasional Anna. Banjir ini mengakibatkan lebih dari 500 korban jiwa dan sekitar 1,8 juta penduduk mengungsi.

Dan sekarang, Chennai dilanda kekeringan yang berkepanjangan, akibat dari tidak turunnya hujan selama lebih dari 200 hari. Empat waduk utama Chennai kini kering kerontang.

Baca juga: Banjir di Chennai, India, Tewaskan Puluhan Orang

 

Danau Chembarambakkam yang sejak dahulu kala mengairi Chennai, juga mengering dengan cepat.

Namun bagi Anbu, seorang supir truk berusia 28 tahun, fenomena kekeringan terburuk selama 140 tahun ini telah menjadi sumber pekerjaan.

Ironis memang, saat banjir 2015 silam, dia terpaksa meninggalkan desanya di Pavandhur, sekitar 250 kilometer ke selatan Chennai sebab desanya telah kehabisan air.

Meskipun memiliki latar belakang pendidikan di teknik keramik, Anbu berharap menjadi petani tebu seperti ayahnya. “Ketika ada air, tanamanlah yang benar-benar memberi timbal balik,” jelas Anbu.

Tapi, ketika Tim Ceritalah menemuinya di bengkel perawatan truk di Paonamalle, pinggiran Chennai, Anbu tampak berseri-seri dan membanggakan truk tangki airnya yang baru saja dicat dengan warna cerah.

Pekerjaannya sebagai supir truk mengharuskan Anbu bekerja selama 24 jam, dan menjadikan truk kebanggannya tersebut sebagai rumah baginya.

Baca juga: Garap Wisman India, Batik Air Buka Rute ke Chennai

Angin panas yang berdebu bertiup dihalaman bengkelnya, di mana terdapat dua truk lain yang sedang diperbaiki. Panas yang menyengat membuat Anbu tampak jauh lebih tua.

Namun, keberadaan pria ini dan supir truk lainnya kemungkinan besar telah menyelamatkan ribuan penduduk Chennai yang hampir mati kehausan.

Anbu setiap hari melewati danau Chembarambakkam, yang dulunya merupakan sumber air utama kota Chennai. Danau ini dulu menjadi pusat bagi kampung-kampung nelayan.

Danau Chembarambakkam dibangun oleh raja-raja Chola sekitar 900 tahun lalu. Mereka membangun sistem hidrologi yang berseluk-seluk – terdiri dari rangkaian tangki, tanggul, dan danau – yang berperan menopang kesejahteraan kawasan Chennai kala itu.

Bahwasannya, sistem perairan inilah yang menjadi dasar terbentuknya kerajaan maritim Chola. Namun dalam satu dekade terakhir ini, sumber daya air tersebut mulai kehilangan fungsinya, akibat dari tata kelola yang buruk, korupsi dan ketidakmampuan aparat pemerintah.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com