Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mulai Agustus, Bahasa Indonesia Diajarkan untuk Murid SD di Taiwan

Kompas.com - 05/07/2019, 12:29 WIB
Ervan Hardoko

Editor

TAIPEI, KOMPAS.com - Pada Agustus mendatang, semua murid sekolah dasar di Taiwan diwajibkan untuk mempelajari salah satu dari tujuh bahasa Asia Tenggara, di antaranya bahasa Indonesia.

Sejumlah pakar menilai kebijakan ini menyoroti kemampuan Taiwan dalam menerima budaya kaum migran, tapi sejumlah orangtua justru khawatir bahasa Inggris akan dikesampingkan.

Fimi Ciang, seorang perempuan asal Indonesia yang menikah dengan pria Taiwan selama 21 tahun terakhir, masih ingat betul apa yang dikatakan ibu mertuanya ketika dia mencoba mengajari putrinya bahasa Indonesia.

"Ibu mertuaku berkata, 'Jangan ajari putrimu bahasa Indonesia!'," tutur Fimi kepada BBC China.

Baca juga: Gubernur Baru NSW: Bahasa Indonesia Salah Satu Bahasa yang Tidak Terlalu Sulit

Pengalaman itu begitu membekas dalam ingatan Fimi, meski peristiwa tersebut sudah lama berlalu.

"Setelah ibu mertuaku menyuruh tidak mengajari anak-anak dengan bahasa asalku, aku tidak mengajari mereka lagi," ucap Fimi, yang pindah ke Taiwan untuk menikah saat baru berusia 19 tahun.

Fimi tidak tahu mengapa ibu mertuanya bersikap demikian. Dia hanya bisa mengira sikap itu berasal dari pemikiran yang memandang rendah budaya dan bahasa dari negara-negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia.

Dari pernikahannya, Fimi dikaruniai dua anak. Yang sulung sudah bekerja, sedangkan anak bungsunya masih duduk di bangku SMA. Dia mengaku sedih kedua anaknya tidak bisa berbahasa Indonesia.

"Kedua anakku tidak bisa berkomunikasi dengan saudara-saudara mereka dari Indonesia ketika kami berkunjung ke kampung halamanku," katanya.

Tatkala Fimi tahu bahwa mulai Agustus mendatang pemerintah Taiwan mewajibkan murid-murid sekolah dasar untuk mempelajari salah satu dari tujuh bahasa Asia Tenggara, termasuk bahasa Indonesia, dia mengaku sangat bahagia.

"Amat penting bagi anak-anak untuk memahami perbedaan budaya," ucapnya, sembari mengaku sempat berharap bahasa Indonesia diajarkan di sekolah ketika kedua anaknya masih berada di bangku SD.

Di waktu senggangnya, Fimi kini secara sukarela menuturkan cerita-cerita Indonesia kepada murid-murid SD. Bahkan, dia akan menjadi salah satu guru bahasa Indonesia sekolah dasar  pada Agustus mendatang.

Baca juga: KBRI Lima Promosikan Bahasa Indonesia ke Siswi Sekolah di Peru

Menurut Kementerian Pendidikan Taiwan, tujuh bahasa yang bisa dipilih untuk dipelajari mencakup bahasa Indonesia, Vietnam, Thailand, Myanmar, Kamboja, Melayu, dan Tagalog.

Selain itu, murid-murid juga bisa mempelajari bahasa Hokkien, Hakka, atau bahasa asli suku di Taiwan.

Untuk mengajarkan bahasa-bahasa ini, kementerian pendidikan telah mengelar pelatihan untuk 2.000 guru paruh-waktu.

Tidak pernah didorong belajar bahasa ibu

Liu Qian Ping, perempuan keturunan Vietnam, adalah salah satu anggota komite penilai buku pelajaran bahasa-bahasa Asia Tenggara di Taiwan.

Kepada BBC China, dia mengaku tidak pernah mendapat dorongan untuk mempelajari bahasa ibu. Pengalaman Liu menguak perilaku diskriminatif terhadap warga Asia Tenggara di Taiwan.

"Orang-orang Taiwan memandang rendah buruh migran dari Asia Tenggara dan beberapa pembawa acara televisi menirukan orang Thailand atau Vietnam yang berbicara bahasa Mandarin dengan logat mereka," kata sarjana ilmu politik berusia 22 tahun itu.

Kebijakan Taiwan yang mewajibkan murid-murid SD belajar bahasa negara-negara Asia Tenggara, menurut Liu, dapat memerangi stereotipe di Taiwan bahwa 'bahasa-bahasa Asia Tenggara tidak ada gunanya'.

Baca juga: Lulusan SMA di Cobbitty Juara Bahasa Indonesia Ekstensi se-New South Wales

Tujuan belajar bahasa Asia Tenggara satu kali dalam sepekan, dalam pandangannya, memang tidak serta-merta membuat murid SD mahir.

Namun, dengan mewajibkan murid-murid SD mempelajari bahasa kaum migran, tambah Liu, mereka bisa memahami konsep multibahasa, multietnis, dan masyarakat multibudaya di Taiwan.

Kimyung Keng, pria kelahiran Indonesia yang merupakan warga migran generasi kedua di Taiwan, menambahkan, dimasukkannya bahasa-bahasa Asia Tenggara ke dalam kurikulum nasional adalah sikap penghormatan terhadap warga migran.

Asisten Profesor dari Universitas Feng Chia ini menuturkan kepada BBC China bahwa diskriminasi adalah prasangka yang dipengaruhi lingkungan luar.

Biasanya sikap itu muncul saat seseorang terpapar pengaruh sosial di sekolah menengah. Sehingga, diskriminasi pada tingkatan sekolah dasar jarang terjadi.

"Dengan kekuatan negara untuk menekankan pentingnya budaya baru imigran, diskriminasi akan berkurang secara drastis," ujar Kimyung.

Berdasarkan situs Museum Sejarah Taiwan, jumlah pernikahan transnasional di Taiwan meningkat pesat pada 1990-an lantaran kemajuan industri ekonomi Taiwan.

Baca juga: Bahasa Indonesia Segera Masuk Kurikulum Sekolah di Australia

Kondisi ini membuat arus migran yang berdatangan ke Taiwan mengalir deras sehingga mengubah kehidupan sosial negeri itu.

Kini, satu dari sembilan murid SMP lahir dari orangtua migran. Jumlah pelajar dari keluarga migran generasi kedua di Taiwan berjumlah 300.000 orang atau 7 persen dari jumlah siswa dari berbagai tingkatan sekolah. Jumlah migran di Taiwan saat ini melampaui 540.000 orang.

Dipertanyakan orang tua murid

Akan tetapi, pemberlakuan wajib belajar bahasa Asia Tenggara di sekolah dasar membuat sejumlah orangtua murid mempertanyakan kebijakan itu.

Salah satu orangtua yang tergabung di dalam sebuah komunitas Facebook berkomentar terkait masalah ini.

"Apakah dengan begitu pengajaran bilingual (Mandarin dan Inggris) dikesampingkan? Demi nasib generasi baru sebaiknya yang didorong adalah bahasa Inggris dan bahasa Mandarin," kata dia.

Baca juga: Belajar Bahasa Indonesia Membangun Potensi Bisnis dengan Negara di Asia

Sejumlah warganet kemudian memberi komentar mereka, yang rata-rata menyetujui pandangan tersebut.

Ada pula warga yang menyoroti bahasa asli Taiwan, seperti Hakka dan bahasa suku di pulau tersebut. Mereka khawatir pengajaran bahasa-bahasa Asia Tenggara justru akan memusnahkan bahasa asli Taiwan.

Kimyung Keng menyanggah pandangan itu. Menurutnya kurikulum baru hanya memberikan pilihan lebih banyak kepada murid.

"Bahasa Taiwan dan Hakka tidak akan dikesampingkan dari kurikulum."

Dia menambahkan bahwa dalam lima tahun terakhir ekonomi Asia Tenggara berkembang sehingga mempelajari bahasa negara-negara kawasan itu bisa meningkatkan daya saing.

Di Universitas Feng Chia, misalnya, mata kuliah bahasa Indonesia diikuti 50 mahasiswa tahun lalu. Semester mendatang mata kuliah tersebut dibuka untuk dua kelas berisi 100 mahasiswa.

Baca juga: Cerita Guru Bahasa Indonesia Pertama di Queensland...

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com