Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Biaya Pernikahan Tinggi Bikin Warga Desa di China Jatuh Miskin

Kompas.com - 26/06/2019, 14:21 WIB
Ervan Hardoko

Penulis

BEIJING, KOMPAS.com - Seorang pejabat senior China mengecam praktik pesta pernikahan mewah yang menurut dia menjerumuskan warga desa ke jurang kemiskinan.

Han Jun, wakil menteri pertanian dan pedesaan, Senin lalu mengatakan, budaya menggelar pernikahan dan pemakaman biaya besar harus dihentikan.

Dia menambahkan, di sejumlah daerah warga telibat dalam situasi kompetisi dalam hal menggelar pesta pernikahan.

Secara tradisi, keluarga pengantin pria diharapkan memberikan hadiah perniahan kepada keluarga mempelai perempuan.

Baca juga: Studi: Rata-Rata Biaya Pernikahan di Singapura Hampir Rp 800 Juta

Menteri Han mengatakan, saat ini sebagian warga China menghabiskan uang hingga 100.000 yuan atau sekitar Rp 205 juta untuk biaya pernikahan.

Padahal, lanjut Han, pada 1990-an biaya pernikahan baru berkisar antara 10.000 yuan dan pada 70-an hingga 80-an hanya mencapai 200 yuan saja.

"Petugas kami kerap mendapati sejumlah keluarga menjadi jatuh miskin saat putra mereka menikah. Hal ini amat lazim di beberapa daerah," ujar Han.

Han melanjutkan, mahalnya hadiah pernikahan dan biaya untuk menggelar acara tradisional lainnya menjadi biaya terbanyak kedua yang dikeluarkan warga desa selain biaya membeli makanan.

"Para petani banyak mengeluh soal masalah yang terkait pesta pernikahan. Namun, mereka juga tak berani berubah karena tak ingin kehilangan muka," lanjut sang menteri.

Namun, He Yafu, seorang demgrafer asal Guangdong mengatakan, mahalnya biaya pernikahan di desa-desa terkait tak imbangnya rasio gender.

Tak imbangnya jumlah pria dan wanita ini merupakan warisan kebijakan satu anak yang membuat para pria kesulitan mencari istri.

"Rasio gender di China antara bayi laki-laki dan perempuan mencapai jurang terlebar yaitu 120:100 sekitar 2000," ujar He Yafu.

"Angka ini perlahan berukurang sejak 2010 sejak pemerintah mengizinkan warga memiliki anak kedua," tambah dia.

He Yafu menambahkan, perbedaan rasio gender ini semakin parah di pedesaan karena petani lebih menginginkan anak laki-laki untuk merawat orangtua saat mereka tua.

"Semakin sedikit perempuan artinya, perempuan bagaimana miskinnya keluarga tetap akan menikah. Namun, bagi anak laki-laki jika kondisi ekonomi keluarganya buruk, dia kemungkinan tak akan menikah," lanjut He Yafu.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com