Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Karim Raslan
Pengamat ASEAN

Karim Raslan adalah kolumnis dan pengamat ASEAN. Dia telah menulis berbagai topik sejak 20 tahun silam. Kolomnya  CERITALAH, sudah dibukukan dalam "Ceritalah Malaysia" dan "Ceritalah Indonesia". Kini, kolom barunya CERITALAH ASEAN, akan terbit di Kompas.com setiap Kamis. Sebuah seri perjalanannya di Asia Tenggara mengeksplorasi topik yang lebih dari tema politik, mulai film, hiburan, gayahidup melalui esai khas Ceritalah. Ikuti Twitter dan Instagramnya di @fromKMR

Pakatan Harapan Kini dan Realitas Malaysia Baru

Kompas.com - 18/06/2019, 13:29 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

EUFORIA kemenangan yang mengejutkan dari koalisi Pakatan Harapan (PH) di bawah pimpinan Tun Dr Mahathir Mohamad tahun lalu, dengan cepat telah berubah menjadi kekecewaan yang mendalam.

Dalam dua bulan terakhir, Tim Ceritalah menjelajahi negeri ini, mengunjungi pelosok-pelosok mulai dari Kuala Kangsar hingga ke Penampang.

Sebuah kerja keras dari Tim Ceritalah yang masih muda ini untuk mendengarkan dan mengabadikan berbagai cerita dari orang-orang yang ditemui secara langsung.

Kami mencoba untuk menemui kembali orang-orang yang tahun lalu kami wawancarai sebelum pemungutan suara.

Tim Ceritalah bukanlah lembaga survei. Kami tidak melakukan survei ilmiah. Sebaliknya, kami berusaha memotret sebuah negeri yang tengah menghadapi suatu perubahan besar dan tantangan yang lebih duniawi untuk bertahan hidup.

Baca juga: Mahathir: Pakatan Harapan Tidak Pernah Beli Suara dalam Pemilu

Mereka yang hidupnya sangat bergantung pada lahan—petani-petani kecil kelapa sawit, karet dan padi—adalah yang paling putus asa. Apa yang mereka rasakan penting, karena pertanian masih menyediakan lapangan kerja bagi setidaknya 6 persen pekerja Malaysia.

Di Sekinchan—salah satu produsen beras terbesar di Selangor—Abang Zaki harus berurusan dengan penyakit asing yang mengancam hasil panen padinya.

Sementara bagi Ah Seng, penyadap karet berusia lima puluh tahunan di luar kota Kuala Kangsar, harga komoditas yang rendah membuat pekerjaannya hampir tidak berarti. Maka tidak heran jika kelima anaknya yang sudah dewasa bekerja di Singapura.

Petani kelapa sawit asal Perak, Abang Man tengah berjuang dengan harga pupuk dan pestisida yang semakin tinggi.

Kemungkinan kecil terjadinya kekeringan El Nino (yang akan menekan pasokan) akhir tahun ini, boleh jadi akan mendorong kenaikan harga sawit. Namun secara umum keadaannya terlihat tanpa harapan.

Dulu pemerintahan Barisan Nasional (BN) mencoba mengatasi tantangan-tantangan ini melalui BR1M (“1Malaysia People’s Aid”), skema transfer tunai langsung yang dikenal luas. Sebanyak tujuh juta rakyat Malaysia menerima hingga 1.200 Ringgit per tahun.

PH (secara bijak) mempertahankan subsidi itu dengan mengubah namanya menjadi "Bantuan Sara Hidup" (biaya bantuan hidup). Sekitar 5 miliar Ringgit akan dibagikan ke 4,1 juta rumah.

Baca juga: Curi Ikan di Perairan Indonesia, Kapal Berbendera Malaysia Ditangkap

Meski begitu Tim Ceritalah menemukan kekacauan dan ketidakpastian birokratis yang menunjukkan banyak penerima potensial di lapangan tidak yakin dengan kelayakan mereka.

Sama halnya di Selayang, di sebelah utara ibukota, pemilik kios lokal seperti Lakshmi mengeluhkan banyaknya pedagang asing ilegal di luar pasar. Banyak dari mereka mengalami pendapatan yang anjlok secara drastis.

Sementara rakyat Malaysia telah menyesuaikan diri dengan administrasi yang penuh dengan pejabat-pejabat yang belum teruji (sebanyak 23 dari 28 menteri saat ini belum pernah menjabat di kantor kementerian sebelumnya), banyak kemudian yang mempertanyakan tentang efektivitas tim yang baru di bawah Tun Mahathir ini.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com