Putrinya, Walikota Davao yang ambisius, Sara Duterte, kebetulan mencalonkan diri sebagai kandidat senator melalui partai yang dia bentuk, Hungpong ng Pagbabago (HNP).
Apapun isunya, pemilihan ini telah diarahkan menjadi layaknya sebuah referendum terhadap tiga tahun pertama pemerintahan Duterte.
Seberapa banyak ‘pertaruhan senatorial’ yang berhasil menembus kursi di ‘Magic 12’ akan menjadi indikator utama, apakah masyarakat Filipina masih mendukung dirinya dan kebijakan-kebijakan kontroversialnya.
Hal ini termasuk ‘perang’ terhadap gembong narkotika, kemesraan hubungan dengan China yang dianggap tidak populer, serta ledakan-ledakan amarahnya terhadap awak media dan Gereja Katolik.
Namun menariknya, salah satu umat flagella mamalaspas dari Pampanga, Franko yang berumur 37 tahun merupakan pendukung kuat Presiden Duterte.
Franko yang bekerja sebagai penjaja makanan pinggir jalan, telah ikut serta dalam perayaan Jumat Agung selama 17 tahun terakhir dengan mencambuki dirinya di sepanjang jalan San Pedro.
Sambil menenggak bir saat beristirahat, Franko dengan tegas mengatakan bahwa Presiden Duterte telah melakukan banyak hal baik, seperti menyingkirkan gembong narkoba dari jalanan dan membangun infrastruktur.
Penyaliban dan pencambukan pada peringatan Jumat Agung tampaknya merupakan lambang keagamaan yang cukup kontradiktif: seringkali menggambarkan sifat dualistik kehidupan masyarakat Filipina.
Di satu sisi, Filipina sebagai negara Republik yang mayoritas beragama Katolik seharusnya memiliki kepatuhan terhadap nilai-nilai agama yang berbudi luhur.
Singkatnya, Filipina merupakan Amerika Serikat versi Asia Tenggara. Sebuah negara yang dipimpin oleh kelompok elit dari Manila dan kawasan Forbes Park.
Ada beberapa dinasti politik dengan nama-nama yang cukup dikenal seperti Aquino, Macapagal, dan Roxas, layaknya keluarga Bush, Clinton, dan Kennedy di Amerika Serikat.
Di sisi lain, terdapat kelaziman – yang cukup cepat menyebar – dari kegiatan masyarakat lokal yang mengakar dalam takhayul dan sikap-sikap kejantanan seperti penyaliban dan jimat ‘gaib’ anting-anting yang dijual di luar gereja.
Dan memang, keluarga Duterte yang menjadi pusat perhatian karena sifat keras namun bersahaja ini, merupakan bagian penting dari dunia.
Seolah-olah, “wajah” Filipina telah terombang-ambing di antara persaingan dua narasi dan persona ini. Mana yang sebenarnya mewakili Filipina? Siapa yang nantinya akan memenangkan ‘perang’ untuk menentukan jiwa Filipina?
Tak dapat dipungkiri bahwa negara ini telah beradaptasi, dan dalam banyak kasus, menumbangkan norma- norma internasional terkait politik dan kepemimpinan.