Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Meski Militer AS Lebih Dominan, Faktor Ini Jadi Keunggulan Iran

Kompas.com - 20/05/2019, 15:57 WIB
Ardi Priyatno Utomo

Penulis

Sumber Fox News

WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah memperingatkan Iran untuk tidak coba-coba melakukan provokasi kepada pasukan maupun kepentingan AS.

Jika menilik perbandingan militer yang terdata, baik jumlah pasukan darat, artileri dan kendaraan lapis baja, kekuatan udara, hingga laut didominasi AS.

Namun, pakar sebagaimana diberitakan Fox News Minggu (19/5/2019), Iran masih mempunyai satu faktor yang bisa menjadi keunggulan Iran jika konflik terjadi.

Baca juga: Jika AS dan Iran Berperang, Ini Perbandingan Militer 2 Negara

Peneliti Global Military Analyst at Stratfor, Sim Tack mengatakan, keunggulan Iran terletak pada kelompok militan maupun jaringan yang berafiliasi dengan mereka.

"Jika telah tiba waktunya tiba untuk memengaruhi kepentingan AS kawasan Timur Tengah, target terbesar Iran adalah pasukan AS yang disebar di sana," ulas Tack.

Menurutnya, Iran bisa menggunakan Houthi yang merupakan kelompok pemberontak di Yaman maupun Pasukan Mobilisasi Populer (PMF) yang berbasis di Irak.

Di Irak, AS dan koalisinya bergabung bersama PMF untuk mengusir Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Jumlah personel PMF adalah 50.000. Bandingkan dengan 5.200 pasukan AS yang bermarkas di Irak.

ISIS yang menjadi musuh bersama kini telah dinyatakan kalah setelah Irak menyatakan menang pada Desember 2017. PMF pun bisa dipakai Iran untuk mengusir kekuatan asing seperti AS keluar dari Irak.

Iran juga memainkan peran penting dalam perang sipil di Suriah dengan mendukung kelompok Lebanon Hezbollah serta memberi dukungan bagi Presiden Bashar al-Assad.

Teheran menyediakan Hezbollah bantuan 200 juta dollar AS, sekitar Rp 2,8 triliun. Terdapat sekitar 7.000 militan Hezbollah di bawah pimpinan Garda Revolusi Iran (IRGC).

Diprediksi terdapat 2.500 personel Garda Revolusi yang diterjunkan ke Suriah dan mendukung 8.000 sampai 12.000 anggota Syiah dari berbagai Timur Tengah.

Houthi yang berupaya menjungkalkan Presiden Abed Rabbo Mansour Hadi yang diakui oleh dunia internasional juga mendapat sokongan dari pemerintahan Hassan Rouhani.

Baca juga: Trump: Jika Teheran Menyerang, Maka Itu Jadi Akhir dari Iran

Iran menyediakan senjata seperti rudal presisi anti-tank, ranjau laut, drone, roket, dan piranti militer lain di tengah konflik sipil yang terjadi sejak 2016.

Dengan bantuan senjata yang diperoleh dari Iran, Houthi bisa memberikan ancaman bagi jalur laut dengan menargetkan tempat vital di Teluk Aden hingga Laut Merah.

Karena itu, Acting Menteri Pertahanan Patrick Shanahan sempat mengusulkan agar 120.000 tentara bisa dikerahkan ke Timur Tengah jika Iran memulai program nuklir atau melancarkan serangan.

Ketegangan tersebut terjadi setelah Presiden Rouhani mengumumkan negaranya bakal mundur dari sebagian ketentuan perjannjian nuklir 2015, dikenal juga dengan JCPOA.

Badan Atom Dunia (IAEA) yang memonitor setiap program nuklir negara telah mengatakan bahwa Iran mematuhi perjanjian yang terjadi di era Presiden Barack Obama itu.

Namun pada Mei 2018, Trump mengumumkan bahwa mereka keluar setelah menyebut JCPOA sebagai perjanjian terburuk dalam sejarah, dan mengumukan sanksi tambahan.

Tack berkata situasi saat ini bakal tergantung tindakan AS yang menghentikan JCPOA untuk mendominasi Iran dan memaksa mereka melakukan konsesi," terangnya.

Jika nantinya kesepakatan tak kunjung dicapai, Tack menuturkan Washington bisa saja bakal kembali ke opsi militer demi mendapatkan tujuan mereka.

Baca juga: Komandan Garda Revolusi Iran: Kami Ingin Damai tapi Kami Tak Takut jika Perang

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber Fox News
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com