Setelah satu dekade memerintah, kerja Kongres menjadi tidak maksimal dan dipenuhi kasus korupsi. Modi dengan mudahnya mengatakan, ‘ache din’ (hari yang baik akan kembali).
Sayangnya, kenyataannya tidak seperti itu. Sebaliknya, pengangguran meningkat tajam menjadi 6,1 persen, tertinggi sepanjang 45 tahun.
Sesungguhnya, statistik justru dijadikan senjata untuk perdebatan antara beberapa pihak dengan menyajikan data yang tidak sebenarnya (setidaknya untuk petahana). Bahkan IMF, didorong oleh Kepala Ekonomi Gita Gopinath mempertanyakan integritas data yang bersumber dari India.
Tentunya, pengaduan terkait pekerjaan terus terjadi dan pertumbuhan ekonomi yang buruk tampaknya menggarisbawahi skeptisisme internasional ini.
Kenyataannya, kerugian paling dirasakan oleh masyarakat di pedesaan di mana dua-per-tiga populasi tinggal dan 84 persen orang kehilangan pekerjaannya. Deflasi - penurunan harga hasil panen telah menghancurkan pendapatan dari petani, mendorong kemiskinan massal.
Selanjutnya, perlu diingat sekitar 10-12 juta orang muda mencari pekerjaan setiap tahunnya. Tak bisa terbayang tingkat ketidakpuasan masyarakat saat ini.
Satu hal yang perlu digaris bawahi adalah statistik hanya fokus kepada sektor formal milik negara tanpa mempertimbangkan sektor informal dimana angka pengangguran semakin membesar. terutama setelah demonetisasi (penarikan kembali fungsi alat pembayaran tertentu).
Beberapa survei terbaru dari All India Manufacturers’ Organisation menunjukkan bahwa jumlah pekerjaan di usaha mikro dan kecil telah berkurang sekitar sepertiga sejak 2014.
Di usaha ukuran menengah, sekitar seperempat pekerjaan telah hilang, dan di antara para pedagang, angka ini turun hampir 40 persen.
Terletak di kota tua Hyderabad, berdiri toko Falooda dan Lassi (minuman campuran yoghurt dan buah) yang terkenal, “Matwale Doodh Ghar”.
Matwale, sang pemilik, meratapi kenaikan harga yang sangat tinggi. Kota Tua merupakan bagian dari sejarah tetapi lebih miskin dari pusat IT yang terkenal. Untuk musim panas, minuman yoghurt ini adalah penghilang dahaga yang murah.
Matwale merupakan korban terparah dari peraturan pajak barang dan jasa (Goods and Service Tax: GST) di masa kepemimpinan BJP.
GST awalnya bertujuan untuk simplifikasi sistem perpajakan yang sering berbeda di tiap negara bagian, dan juga untuk mempermudah alur bisnis.
Namun justru sistem yang sekarang ternyata sangat tidak transparan, memiliki tingkat pajak yang arbiter untuk berbagai produk, dan telah menghancurkan sektor yang lebih tidak terorganisir.
Ia mengatakan, “Mustahil untuk memindahkan semua beban pajak ke pelanggan, meskipun saya mendapatkan ribuan tiap harinya, kenaikan harga akan banyak mengurangi jumlah pelanggan saya”.