Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Media Sosial dan Peran Media Global Melawan Persebaran Hoaks...

Kompas.com - 27/04/2019, 18:59 WIB
Luthfia Ayu Azanella,
Bayu Galih

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Peredaran hoaks, informasi salah, keliru, atau bahkan bohong, sangat banyak tersebar di tengah masyarakat dunia, termasuk Amerika Serikat.

Informasi semacam itu tidak muncul melalui media penyiaran dan media massa yang memang memiliki kredibilitas untuk menyampaikan berita.

Hoaks dan kabar bohong banyak muncul di media-media arus bawah, seperti media sosial, blog, aplikasi percakapan, termasuk kanal berbagi video YouTube.

Saat ini, bukan hal mudah bagi masyarakat awam untuk membedakan mana informasi yang benar dan mana informasi yang salah.

Keduanya telah melebur dalam perputaran arus informasi yang sama. Cepatnya teknologi bisa menyebarluaskan informasi tersebut dan menjangkau semakin banyak khalayak.

Tidak hanya menipu, informasi-informasi salah atau bohong juga bisa menimbulkan kekacauan, perpecahan, dan marabahaya lain dalam masyarakat.

Misalnya, informasi pasca-ledakan bom saat pelaksanaan Ibadah Paskah di gereja Sri Lanka, Minggu (21/4/2019) yang justru menciptakan ketakutan dan kekacauan baru di masyarakat Sri Lanka.

Untuk menghindari  meluasnya persebaran hoaks, Pemerintah Sri Lanka sementara waktu menonaktifkan layanan Facebook dan beberapa platform sosial di negaranya.

Begitu banyaknya informasi hoaks yang dibuat dan tersebar, berbagai lembaga maupun perusahaan media saat ini bersama-sama memeranginya dengan menghadirkan  tenaga cek fakta atau fact checker.

Sejumlah media bahkan bergabung dalam International Fact-Checking Network (IFCN) sebagai upaya untuk memerangi hoaks secara global. Kompas.com merupakan anggota IFCN yang tergabung bersama sejumlah media internasioal.

Baca juga: Cek Fakta Dinilai Positif, Peretasan Cekfakta.com Menuai Kecaman

Pergeseran rasa tanggung jawab

Internet, berdasarkan  hukum Amerika Serikat tahun 1966, tidak bisa disebut sebagai sebuah penerbit. Semua konten yang terdapat di internet, secara hukum bukan menjadi tanggung jawab para penyedia internet.

Inilah yang menjadi pangkal kebebasan berekspresi semua orang di internet, hingga mengabaikan konsekuensi di balik ekspresi, ungkapan, kalimat, atau konten yang mereka ciptakan sehari-hari.

Akibatnya, berita bohong banyak bermunculan, seolah-olah tidak ada satu pihak pun yang bisa menghentikan lajunya.

Meskipun begitu, beberapa perusahaan media, seperti Twitter, Facebook, dan YouTube, disebut-sebut memiliki tanggung jawab etik untuk  mengontrol aktivitas penggunanya agar tidak menyebarkan informasi-informasi salah dan bohong.

Terlebih, jika informasi itu disampaikan oleh pihak yang memiliki pengaruh besar dan ditujukan untuk sekelompok orang tertentu.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com