KOLOMBO, KOMPAS.com — Saat Dilip Fernando tiba di Gereja St Sebastian di kota Negombo, Sri Lanka, pada Minggu Paskah (21/4/2019), tempat itu amat dipenuhi umat yang akan beribadah.
Akibat gereja terlalu penuh, Dilip memilih pergi dan beribadah di tempat lain. Keputusan itu menyelamatkan nyawa Dilip.
Sebab, tak lama setelah dia pergi, sebuah bom meledak menghancurkan gereja di saat umat tengah merayakan hari besar Kristen itu.
Baca juga: Ungkap Kasus Serangan Bom, Sri Lanka Minta Bantuan Interpol
Puluhan orang tewas di gereja itu dalam serangkaian serangan bom yang mengguncang Sri Lanka dan menewaskan tak kurang dari 290 orang.
Pada Senin pagi, sehari setelah tragedi itu, Fernando kembali ke gereja di kota pesisir itu untuk melihat kehancurannya.
"Saya biasa datang misa di sini," ujar pensiunan berusia 66 tahun itu kepada AFP.
Sementara di gereja yang diserang itu, puluhan aparat keamanan menjaga di luar tempat tersebut.
"Kemarin (Minggu) saya dan istri tiba pukul 07.30, tetapi gereja sudah penuh, tak ada lagi tempat. Saya tidak ingin berdiri sepanjang misa jadi saya pergi ke gereja lain," kata Dilip.
Dilip dan istri lolos dari maut, tetapi tujuh anggota keluarga besarnya, termasuk para ipar dan dua cucunya, memilih tetap di Gereja St Sebastian.
Mereka duduk di luar gereja karena di dalam sudah penuh.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan