Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polisi Sri Lanka Temukan 87 Detonator Bom di Terminal Bus

Kompas.com - 22/04/2019, 17:51 WIB
Ervan Hardoko

Penulis

Sumber AFP

KOLOMBO, KOMPAS.com - Kepolisian Sri Lanka, Senin (22/4/2019), menemukan 87 detonator bom di sebuah terminal bus di Kolombo.

Penemuan ini terjadi hanya sehari setelah serangkaian serangan bom menewaskan hampir 300 orang di Sri Lanka.

Pernyataan polisi menyebut, mereka menemukan detonator itu di terminal bus privat Bastian Mawatha.

Baca juga: Kemenlu Terus Perbaharui Informasi WNI yang Kemungkinan Jadi Korban Bom Sri Lanka

Sebanyak 12 buah detonator ditemukan berserakan di tanah dan 75 lainnya di tempat sampah tak jauh dari tempat itu.

Sementara itu, pemerintah Sri Lanka yakin kelompok radikal Islam lokal National Thowheed Jamaath (NTJ) menjadi dalang serangkaian serangan bom itu.

Juru bicara pemerintah Sri Lanka Rajitha Senaratne mengatakan, kini pemerintah tengah menyelidiki potensi dukungan kelompok internasional kepada NTJ.

"Kami tak yakin organisasi kecil itu bisa melakukan semua ini," ujar Senaratne, Senin (22/4/2019).

"Kini kami menyelidiki dukungan internasional untuk mereka dan jaringan lainnya, bagaimana mereka mencetak pengebom bunuh diri, dan bagaimana mereka membuat bom semacam ini," tambah dia.

Sejumlah dokumen yang diterima AFP menyebut kepala kepolisian Sri Lanka pada 11 April lalu sudah memperingatkan kemungkinan NTJ melakukan serangan.

Sebelumnya, sebuah laporan intelijen diunggah Menteri Luar Negeri Sri Lanka Harin Fernando setelah ledakan bom mengguncang negara itu Minggu (21/4/2019).

Dalam unggahan di Twitter itu, Fernando mengatakan, laporan yang dikeluarkan dinas intelijen asing itu telah memperingatkan rencana serangan pada 11 April atau 10 hari sebelumnya.

Dalam surat itu, disebutkan NTJ merupakan kelompok yang merencanakan serangan yang menghantam delapan tempat di Sri Lanka.

NTJ merupakan kelompok ekstremis yang dibentuk di Kattankudy, kota di kawasan timur Sri Lanka pada 2014.

Sejauh ini kelompok itu belum mempunyai sejarah mendalangi atau melakukan serangan massal mematikan.

Laporan tentang mereka yang pernah tercatat adalah dugaan melakukan perusakan sejumlah patung Buddha yang terjadi pada 2018.

Sedangkan, sumber dari komunitas Muslim Sri Lanka menuturkan, NTJ telah mengklaim dukungan kepada kelompok Negara Islam Irak dan Suriah ( ISIS).

Sumber tersebut menjelaskan, Zahran Hashim yang disebut merupakan salah satu pelaku bom bunuh diri dalam serangan yang menyasar gereja serta hotel mewah itu adalah pendiri NTJ.

Dalam laporan intelijen itu, NTJ merencanakan serangan di ibu kota Kolombo dengan prediksi metode yang dipakai antara lain bom bunuh diri, serangan bersenjata, hingga serangan truk.

Intelijen asing yang memberikan informasi tersebut diyakini adalah Australia, salah satu anggota aliansi intelijen yang dikenal dengan nama Five Eyes.

Dokumen itu menunjukkan Kepala Polisi Sri Lanka Pujuth Jayasundara kemudian merilis peringatan kepada para pejabat tinggi negara bahwa si pelaku bakal menyerang "gereja penting".

Dokumen itu bahkan membeberkan nama-nama yang menjadi pelaku serangan, termasuk Hashim.

Baca juga: Pemerintah Sri Lanka: Kelompok Radikal Lokal Dalangi Pengeboman

Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe mengatakan, sudah mendengar informasi tersebut. Namun, dia tidak mendapat perkembangan lebih lanjut.

Wickremesinghe berkata penyelidikan sedang dilakukan soal tidak adanya tindak lanjut dari laporan tersebut.

Ledakan bom ini terjadi tepat satu dekade perdamaian di Sri Lanka menyusul berakhirnya konflik sipil yang berlangsung selama 25 tahun pada Mei 2009.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Sumber AFP
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com