Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
AM Lilik Agung
Trainer bisnis

Mitra Pengelola GALERIHC, lembaga pengembangan SDM. Beralamat di lilik@galerihc.com.

Meneladani Pemimpin yang Mencium Kaki Rakyatnya

Kompas.com - 21/04/2019, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Alhasil harus ada perubahan pikiran dan tindakan, dari keinginan menjadi “orang besar”, “orang terkemuka” atau “orang berkuasa” menjadi keinginan melayani.

Sosok ini memiliki kemewahan dalam berbagai hal, mulai dari harta, jabatan, pendidikan hingga strata sosial. Namun melihat masyarakat di sekelilingnya – terutama kaum perempuan – hidup dalam kemiskinan akut, ia memilih untuk meninggalkan menara gading.

Ia – Prof. Muhammad Yunus – mengembangkan konsep kredit mikro bernama Grameen Bank yang melayani pinjaman skala kecil pada masyarakat miskin. Tujuannya adalah menciptakan pembangunan ekonomi dan sosial dari bawah.

Usaha Yunus berbuah manis. Ada jutaan kaum miskin di Bangladesh yang melek keuangan dan ujungnya pada peningkatan kesejahteraan. Tidak berhenti pada pelayanan kredit mikro, Grameen Bank menjadi bisnis sosial yang menggerakkan berbagai lini usaha.

Konsep orang miskin hanya bisa menolong dirinya bersama orang miskin lainnya berjalan dengan paripurna. Yunus dan Grameen Bank tak lebih berperan sebagai fasilitator. Kaum miskin itu yang bergerak untuk mentas dari lumpur kemiskinan.

Itulah penerapan dari rumus pertama kepemimpinan melayani. Kesadaran diri untuk melayani sesama yang mendorong Yunus memilih menjadi pemimpin. Jika kemudian Yunus menjadi orang besar, terkemuka dan terkenal, itu tak lain karena akibat. Bukan tujuan utama.

Rumus kedua, menjadi pemimpin melayani pertama-tama tidak melihat dirinya sebagai pemimpin (leader first) tetapi pelayan (servant first). Rumus ini mengatakan bahwa kebutuhan konstituen merupakan prioritas tertinggi.

Sebagai raja dengan kekuasaan tidak terbatas, Sri Sultan Hamengkubowono IX dapat dengan mudah memutuskan untuk berpihak kepada Belanda dibanding kepada republik.

Namun karena dorongan kemanusiaan dan panggilan kenegaraan yang kuat, Sri Sultan HB IX memilih untuk berpihak kepada republik. Yogya menjadi ibu kota Indonesia dan kraton menjadi penyokong infrastruktur dan suprastruktur keberadaan sebuah negara.

Dalam konteks ini Sri Sultan HB IX mempraktikkan tanpa basa-basi rumus kedua kepemimpinan melayani. Sultan mau menjadi pelayan republik. Pun kebutuhan konstituen (dalam hal ini para pemimpin republik dan rakyatnya) menjadi prioritas yang dilayani oleh Sultan HB IX.

Rumus ketiga, keinginan untuk melayani itu lahir dari iman dan pengenalan akan Tuhan. Ada sisi menarik dari kajian Robert Greenleaf ini. Ia memasukkan peran Tuhan dalam praktik kepemimpinan. Padahal dalam buku-buku kepemimpinan yang lain, pengenalan apalagi campur tangan Tuhan nyaris tiada pernah menjadi kajian.

Iman dan pengenalan akan Tuhan yang diyakini Paus mewujud dalam bentuk cinta, kasih dan harapan. Sebagai sesama mahkluk ciptaan Tuhan, Paus mencintai dan mengasihi rakyat Sudan Selatan.

Rakyat Sudan Selatan yang baru saja memproklamirkan diri sebagai negara baru tentu ingin kehidupannya jauh lebih baik dibanding ketika masih menjadi satu dengan Sudan.

Dari mana muncul kehidupan lebih baik itu? Para pemimpin tertingginya – dalam hal ini presiden beserta para wakil presiden.

Harapan kepada para pemimpin tertinggi Sudan Selatan ini yang menyebabkan Paus mau mencium kaki mereka. Para pemimpin ini yang kelak akan memenuhi harapan rakyat Sudan Selatan.

Pemimpin melayani, telah paripurna dijalankan oleh Paus Fransiskus, Muhammad Yunus dan Sri Sultan HB IX. Bagaimana dengan kepemimpinan Anda?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com