Pada 1965, NASA menghadirkan satelit pertama berkekuatan nuklir. Satelit bernama SNAP (Systems for Nuclear Auxiliary Power) bertujuan untuk mempelajari potensi tenaga nuklir dalam eksplorasi luar angkasa.
SNAP diluncurkan dari Pangkalan Angkatan Udara Vandenberg, California, AS pada 3 April 1965 menggunakan roket ATLAS Agena D. Sasaran utamanya adalah berada pada titik rendah orbit bumi pada 1.300 kilometer.
Ini adalah satu-satunya satelit dengan tenaga nuklir yang diluncurkan ke luar angkasa oleh AS.
Baca juga: SNAP, Satelit Nuklir Pertama yang Meluncur ke Luar Angkasa
Sebelumnya, The Systems Nuclear Auxiliary Power Program (SNAP) atau Program Tenaga Pendukung Nuklir secara khusus dikembangkan untuk penggunaan satelit pada 1950-an di bawah pengawasan NASA dan Komisi Energi Atom AS.
SNAP memiliki tiga komponen utama yakni reaktor nuklir utama, reflektor reaktor dan sistem kontrol dan sistem konversi daya.
Pada awalnya, semuanya berjalan dengan baik. Namun 43 hari setelahnya, sistem kelistrikan di satelit mengalami kerusakan.
Walaupun masih berada pada lintasan orbit, satelit itu tak berfungsi sebagaimana mestinya. Ketika itu NASA berharap untuk tetap di orbit selama 3.000 tahun lagi.
Lebih dari 10 tahun mengorbit di Bumi, SNAP menunjukan hal yang tak biasa. Pada November 1979, NASA memantau SNAP mulai melepaskan radioaktifnya.
Sejak SNAP meluncur ke angkasa, NASA sudah tak lagi bermain-main dengan reaktor nuklir untuk misinya. Masalah pendanaan dan keamanan menghentikan program ini.
Keberhasilan misi Sputnik I, mengilhaimi Uni Soviet untuk membuat misi lain. Satu bulan setelah itu, Proyek Sputnik 2 juga mulai dipersiapkan.
Kali ini, pihak Soviet menggunakan inovasi baru dengan menggunakan hewan untuk bisa diorbitkan menuju luar angkasa. Uni Soviet meluncurkan Sputnik 2 pada 3 November 1957 melalui sebuah peluncur luar angkasa Kosmodrom Baykonur, Kazakhstan.
Sputnik 2 memiliki berat 508,3 kilogram yang memiliki beberapa kabin yang berguna untuk menampung awak yang diisi oleh anjing bernama Laika.
Kabin terbuat dari aluminium dilengkapi dengan sensor untuk mengukur tekanan dan suhu, serta tekanan darah anjing, frekuensi napas dan detak jantung. Instrumen ini juga memungkinkan untuk memantau anjing hidup atau bahkan mati ketika di angkasa.
Sistem makanan untuk anjing tersebut seperti nampan kecil yang membuka serta menutup secara berkala dan menyimpan pasokan makanan selama 20 hari.
Selama misi, anjing akan dilengkapi dengan pembuangan khusus untuk buang air dan juga memungkinkan untuk bisa berdiri, duduk, berbaring dan sedikit bergerak bolak-balik di dalam kabinnya.
Baca juga: Kisah Sputnik 2, Satelit yang Membawa Hewan Pertama Mengorbit Bumi
Laika hanya mampu bertahan beberapa jam, setelah mengelilingi bumi sebanyak 9 kali. Ketika sembilan kali mengorbit bumi, temperatur dalam kapsul pesawat bertambah panas hingga lebih dari 40 derajat Celcius.
Pesawat Sputnik 2 tidak dirancang untuk dapat kembali ke Bumi, sehingga bagaimanapun juga Laika akan tetap berada di luar angkasa.
Laika akhirnya mati karena kepanasan dan dehidrasi dalam waktu beberapa jam. Namun, kematian Laika tak langsung dipublikasikan ke publik.