Perhitungan Amnesty tidak termasuk
China, yang jumlahnya menjadi rahasia negara. Organisasi itu memperkirakan ribuan orang dijatuhi hukuman mati dan dieksekusi di "Negeri Tirai Bambu" setiap tahun.
Secara rinci, dari jumlah 690 eksekusi mati, 253 berada di Iran, kemudian di susul
Arab Saudi dengan 149, Vietnam dengan 85, dan Irak sebanyak 52.
Keempat negara itu merupakan yang paling banyak menggunakan hukuman mati pada 2018.
Sekjen Amnesty International Juni Naidoo mengatakan, penurunan dramatis secara global membuktikan negara paling tidak mulai menyadari hukuman mati bukan jawaban untuk setiap kasus.
"Ini adalah indikasi penuh harapan, hanya masalah waktu sebelum hukuman kejam ini diserahkan kepada sejarah," ujarnya.
Sementara di tempat lain seperti Jepang, Singapura dan Sudan Selatan, tingkat eksekusi mencapai yang tertinggi dalam beberapa tahun.
Amnesty juga mencatat kekhawatiran atas lonjakan tajam dalam jumlah hukuman mati yang dijatuhkan di beberapa negara terutama Irak dan Mesir selama 2018.
Tetapi tinjauan tahunan Amnesty menemukan tren global menuju penghapusan hukuman mati.
Burkina Faso mengadopsi hukum pidana baru yang secara efektif melarang eksekusi mati, sementara Gambia dan Malaysia sama-sama mendeklarasikan moratorium resmi.
Sementara itu, pengadilan di negara bagian Washington menyatakan hukuman mati tidak konstitusional.
Amnesty juga menyoroti pengambil suara pada Desember lalu oleh Majelis Umum PBB yang memperlihatkan 121 negara mendukung moratorium hukuman mati secara global, dengan hanya 35 negara yang menentang.
"Perlahan tapi pasti, konsensus global sedang membangun untuk mengakhiri penggunaan hukuman mati," kata Naidoo.