Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Usulan UU Berita Palsu Banjir Kritik, Begini Pembelaan PM Singapura

Kompas.com - 09/04/2019, 16:31 WIB
Veronika Yasinta

Penulis

Sumber AFP

PUTRAJAYA, KOMPAS.com - Pemimpin Singapura bersikeras usulan undang-undang berita palsu oleh pemerintahannya merupakan langkah maju dalam memerangi hoaks, meski memicu kritik dari kelompok-kelompok kebebasan pers dan perusahaan raksasa teknologi.

Seperti diketahui, Singapura banyak dikritik karena membatasi kebebasan berbicara dan menindas hak-hak politik melalui upaya melawan berita palsu.

Rancangan undang-undang itu juga mencakup wewenang bagi para menteri untuk memesan situs-situs seperti Facebook, Google dan Twitter menempatkan peringatan di sebelah pos yang dianggap salah oleh otoritas.

Baca juga: Ketika Pemimpin Singapura dan Malaysia Mengikat Janji Akhiri Perselisihan

Dalam kasus-kasus ekstrem, platform tersebut harus menghapusnya, sementara denda dan hukuman penjara disiapkan untuk mengatasi kasus-kasus serius.

Berbicara selama kunjungan ke Malaysia, Perdana Menteri Lee Hsien Loong mengatakan berita palsu adalah masalah serius dan negara-negara lain termasuk Perancis, Jerman dan Australia sedang melegitimasi untuk memberantasnya.

"Ini akan menjadi langkah maju yang signifikan", katanya, seperti dikutip AFP.

"Kami telah mempertimbangkan hal ini sekarang selama hampir dua tahun," ujarnya.

Kelompok-kelompok HAM memperingatkan undang-undang berita palsu yang diusulkan Singapura dapat digunakan untuk meredam diskusi online dan dapat digunakan untuk menargetkan kritik pemerintah.

Sementara Facebook dan raksasa teknologi lainnya telah menyatakan keprihatinan.

Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad mengaku khawatir pemerintah dapat menyalahgunakan undang-undang tersebut.

Mahathir bahkan berencana untuk mencabut undang-undang Malaysia yang banyak dikritik yang bertujuan memerangi berita palsu.

"Ketika kami memiliki undang-undang yang mencegah orang menyuarakan pandangan mereka, maka kami takut bahwa pemerintah itu sendiri dapat menyalahgunakan hukum," katanya.

Baca juga: 7 dari 10 Pria Singapura Gemar Belanja Online, Apa yang Dibeli?

Pemerintahan Mahathir berusaha untuk mencabut undang-undang, yang didorong melalui parlemen oleh rezim sebelumnya.

Tapi upaya tersebut telah terhenti setelah majelis tinggi yang dikuasai oposisi menolak untuk mendukung penghapusannya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com