Keyakinan ini dia peroleh setelah mengetahui betapa buruk kondisi fisiknya saat pasukan Front Patriotik Rwanda menemukannya di lokasi yang kini menjadi Museum Genosida Rwanda.
Namun pada satu titik, Ibrahim nampaknya paling berpeluang menemukan keluarganya.
Beberapa tahun lalu, dia diundang untuk bertemu dengan keluarga yang mencari anak-anak seusianya yang hilang di masa genosida. Namun, undangan itu berakhir menyedihkan.
Baca juga: Belanda Tahan Tersangka Pembasmian Etnis di Rwanda
"Saya pergi ke lokasi peringatan (genosida) dan saya bertemu dengan dua pasang penyintas tetapi mereka tidak bisa memberikan informasi apapun," kenangnya.
"Mereka hanya mengatakan, wajah saya mirip dengan seseorang yang sudah meninggal, tetapi tak ada informasi nyata soal keluarga saya," kata dia.
Meski demikian, Ibrahim tidak putus harapan tetapi kini dia mulai khawatir soal masa depannya.
Dia tak memiliki pekerjaan dan impiannya untuk mengecap pendidikan tinggi pun kandas.
Ibrahim kini merasakan sebuah perasaan putus asa yang amat kuat dan keterasingan, sama seperti yang dirasakan kedua temannya.
"Kami tak memiliki dukungan apa pun untuk bergerak maju. Kami tak memiliki sarana untuk menjalani hidup lebih baik," ujar Jean Pierre.
Apa yang mereka punya hanyalah satu sama lain dan melalui organisasi Hope of Future Family, mereka sepakat untuk saling berbagai apapun yang mereka miliki.
Baca juga: Kalla: Kita Bisa Belajar Selesaikan Konflik dari Rwanda
Pertanyaannya kini, bagaimana perasaan Josephine, perempuan yang membesarkan Oswald dengan penuh kasih jika suatu hari Oswald bertemu keluarganya?
Oswald pun hanya menjawab dengan senyuman.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.