Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

SNAP, Satelit Nuklir Pertama yang Meluncur ke Luar Angkasa

Kompas.com - 03/04/2019, 17:21 WIB
Aswab Nanda Prattama,
Bayu Galih

Tim Redaksi

Sumber Gizmodo

KOMPAS.com - "Space race" atau persaingan antariksa antara Amerika Serikat dengan Uni Soviet memang menarik untuk disimak. Momen ini semakin memanas, ketika kedua negara berhasil mengembangkan energi nuklirnya masing-masing.

Tentu saja lembaga antariksa kedua belah pihak juga menggunakan teknologi nuklir dalam persaingan antariksa itu.

AS dengan NASA tampil lebih dominan, salah satunya menghadirkan satelit pertama berkekuatan nuklir. Satelit bernama SNAP (Systems for Nuclear Auxiliary Power) bertujuan untuk mempelajari potensi tenaga nuklir dalam eksplorasi luar angkasa.

Dilansir dari Gizmodo, SNAP diluncurkan dari Pangkalan Angkatan Udara Vandenberg, California, AS pada 3 April 1965 menggunakan roket ATLAS Agena D. Sasaran utamanya adalah berada pada titik rendah orbit bumi pada 1.300 kilometer.

Ini adalah satu-satunya satelit dengan tenaga nuklir yang diluncurkan ke luar angkasa oleh AS.

Pengembangan dan kematian

The Systems Nuclear Auxiliary Power Program (SNAP) atau Program Tenaga Pendukung Nuklir secara khusus dikembangkan untuk penggunaan satelit pada 1950-an di bawah pengawasan NASA dan Komisi Energi Atom AS.

Setelah menetapkan persyaratan untuk sumber tenaga nuklir berbasis luar angkasa pada tahun 1955, program pengembangan akhirnya dimulai.

SNAP memiliki tiga komponen utama yakni reaktor nuklir utama, reflektor reaktor dan sistem kontrol dan sistem konversi daya.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah, Satelit Cuaca Pertama Meluncur ke Luar Angkasa

SNAPGizmodo SNAP

Reflektor disusun di sekitar bagian luar reaktor untuk menyediakan sarana untuk mengendalikan reaktor.

Reflektor terdiri dari lapisan berilium, yang akan memantulkan neutron, sehingga memungkinkan reaktor untuk memulai dan mempertahankan proses fisi (reaksi nuklir).

Reaktor nuklir ini memiliki panjang 39,62 cm dan lebarnya 22,4 cm. Di dalamnya terdapat 37 batang bahan bakar yang mengandung 235U sebagai bahan bakar uranium-zirkonium-hidrida.

Dengan menggunakan uranium itu, mampu menghasilkan daya hingga 600 watt selama setahun. Dua belas jam setelah lepas landas pada 3 April 1965, ia menetap di orbit bumi dan mulai menyalakan reaktornya.

Pada awalnya, semuanya berjalan dengan baik. Namun 43 hari setelahnya, sistem kelistrikan di satelit mengalami kerusakan.

Walaupun masih berada pada lintasan orbit, satelit itu tak berfungsi sebagaimana mestinya. Ketika itu NASA berharap untuk tetap di orbit selama 3.000 tahun lagi.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah, Simpanse Bernama Ham Mencapai Luar Angkasa

Pantauan dari bumi

Lebih dari 10 tahun mengorbit di Bumi, SNAP menunjukan hal yang tak biasa. Pada November 1979, NASA memantau SNAP mulai melepaskan radioaktifnya.

Namun, NASA tak mendokumentasikan masalah ini lebih rinci, tetapi mereka telah memasukkan dalam kategori tabrakan. Meskipun tubuh utama tetap di tempat, bahan radioaktif mungkin telah dilepaskan.

Penelitian selanjutnya menunjukan bahwa sekitar lebih dari 60 potongan radioaktif berukuran kurang dari 10 sentimeter di angkasa.

Sejak SNAP meluncur ke angkasa, NASA sudah tak lagi bermain-main dengan reaktor nuklir untuk misinya. Masalah pendanaan dan keamanan menghentikan program ini.

AS hanya memiliki SNAP, tetapi Soviet telah mengirim puluhan satelit dengan reaktor nuklir ke luar angkasa. Program paling terkenal adalah yang menabrak dan menyebarkan radioaktif di Kanada pada 1978.

Bahkan, pada 2010 lebih dari 30 reaktor nuklir telah dikirim ke ruang angkasa melalui satelit Rusia Rorsat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Sumber Gizmodo
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com