Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Muda dan Gay, Mengapa Pete Buttigieg Disebut Potensial Pimpin AS?

Kompas.com - 03/04/2019, 10:37 WIB
Veronika Yasinta

Penulis

WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Kandidat yang akan memperebutkan kursi calon presiden AS yang diusung Partai Demokrat begitu beragam.

Perempuan dan pria dari berbagai latar belakang menghiasi bursa pencalonan presiden yang akan melawan Donald Trump pada tahun depan.

Salah satunya Wali Kota South Bend di Indiana, Pete Buttigieg. Seorang veteran perang Afghanistan dan mantan konsultan, dia adalah wali kota termuda di wilayah tersebut.

Dan yang lebih membuatnya menjadi sorotan ketika dia mengaku sebagai gay.

Kolumnis New York Times, David Brooks, menuliskan tentang mengapa penduduk menyukai wali kota Pete Buttigieg.

Baca juga: Rising Star Partai Demokrat, Beto O’Rourke Deklarasikan Maju Pilpres AS 2020

Di situ dia menyebut, Buttigieg sebagai model anak muda yang mengesankan orang tua. Dia lulusan Harvard, mendapat beasiswa Rhodes, mantan konsultan di McKinsey, dan veteran Angkatan Laut.

Pria berusia 37 tahun ini di atas kertas memang sangat mengesankan.

Dia merupakan putra dari seorang ayah imigran dari Malta. Dia kembali ke Indiana pada usia 29 tahun dan menjadi wali kota.

Saat masih menjalani masa jabatan pertamanya, Buttigieg mengambil cuti 7 bulan untuk bertugas dengan Naval Reserve di Afghanistan pada 2015.

Kurang dari setahun kemudian, dia muncul lagi dengan mengaku sebagai gay. Meski demikian, urusan seksualitasnya tidak menghentikan pemilih di South Bend untuk memilihnya kembali.

Semua kesuksesan itu tidak luput dari perhatian, ketika dalam sebuah wawancara di

 pada 2016, Barack Obama menyebut Buttigieg sebagai calon pemimpin potensial bagi partai.

The New York Times dan Washington Post bahkan menulis halaman khusus tentang kemungkinan Buttigieg menjadi presiden pertama yang gay atau bisakah dia menjadi presiden pertama milenial.

Keduanya media tersebut menerbitkan profilnya selama tiga tahun terakhir.

"Dia memiliki nilai-nilai keluarga yang konservatif, hanya saja pasangannya adalah seorang suami, bukan seorang istri," kata Brooks, Senin (1/4/2019).

"Dia adalah seorang lokalis dan orang luar Washington, tetapi dia tidak membawa kebencian populis dan dapat dengan mudah berbicara bahasa elit pesisir," imbuhnya.

Laporan CNN menyebutkan, Buttigieg telah mengumpulkan lebih dari 7 juta dollar AS atau hampir Rp 100 miliar hingga 1 April lalu.

"Ini hanya analisis pendahuluan, tetapi laporan awal tim kami menunjukkan kami mengumpulkan lebih dari 7 juta dollar AS pada kuartal pertama tahun ini," kicaunya di Twitter

"Terima kasih banyak untuk semua pendukung kami," lanjutnya.

Mendapat dukungan dana dari para pengusaha, lalu apa yang ditawarkan Buttigieg kepada rakyat AS?

Dia ingin meningkatkan perlindungan terhadap pekerjaan dan tunjangan untuk membantu pasar kerja lebih dinamis, tanpa harus ketakutan dengan utang pribadi terutama terkait utang pendidikan dan tagihan medis.

Tapi langkahnya bukan tanpa halangan. Dia memang tidak begitu dikenal, namun harus menghadapi kriteria baru yang dibentuk Komite Nasional Demokrati untuk dua debat pertama.

Baca juga: Rapat dengan Partai Demokrat soal Shutdown, Trump: Bye-bye

Untuk mencapai tahap debat pada musim panas ini, kandidat harus mendapatkan setidaknya 1 persen dukungan dalam beberapa jajak pendapat atau menerima kontribusi kampanye dari 65.000 orang.

Pada Maret lalu, Buttigieg mengumumkan dalam sebuah kicauan tentang pencapaiannya itu.

Tentu kita akan melihat seberapa besar dukungan seluruh penjuru negeri terhadap pria yang mungkin menjadi presiden termuda AS.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com