Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Punya Anak Tunarungu, Keluarga Migran Bhutan Terancam Dideportasi dari Australia

Kompas.com - 01/04/2019, 23:55 WIB
Agni Vidya Perdana

Editor

QUEANBEYAN, KOMPAS.com - Sebuah keluarga asal Bhutan terancam dideportasi dari Australia, karena anak mereka yang memiliki kesulitan pendengaran dikhawatirkan akan jadi beban bagi Australia.

Anak yang memiliki kelainan pendengaran tersebut dianggap tidak memenuhi persyaratan kesehatan yang wajib dipenuhi oleh migran di Australia.

Keluarga Wangchuk pindah ke Australia dari Bhutan di tahun 2012 dan mengatakan putra mereka, Kinley akan hidup terisolasi bila mereka dideportasi kembali ke negara asalnya.

Kinley Wangchuk yang berusia 18 tahun adalah tunarungu dan sudah belajar bahasa isyarat Australia (AUSLAN), namun ibunya, Jangchu Pelden, mengatakan dia tidak akan bisa berkomunikasi di Bhutan.

"Tidak seorang pun di Bhutan pernah mendengar mengenai AUSLAN, dan tidak ada fasilitas untuk membantunya," kata Jangchu.

"Kami pindah ke sini untuk mendapatkan kehidupan lebih baik, dan bila Kinley kembali ke sana, dia akan terisolir," lanjutnya.

Baca juga: Coba Lewati Perbatasan Spanyol dengan Sembunyi di Dalam Kasur, Dua Migran Afrika Ditahan

Permohonan keluarga tersebut untuk mendapat status permanent resident, atau penduduk tetap, telah ditolak oleh Tribunal Banding Masalah Administratif (AAT) dua minggu lalu dan keluarga tersebut diberi waktu 28 hari untuk meninggalkan Australia.

Sekarang mereka mengajukan banding kepada Menteri Imigrasi Australia, David Coleman, yang memiliki kuasa untuk membatalkan keputusan tribunal.

Keluarga ini pada awalnya tinggal di Melbourne, sebelum pindah ke Queanbeyan, di negara bagian New South Wales, dimana Jangchu sekarang bekerja di sebuah pusat pengasuhan anak-anak. Sementara suaminya, Tshering bekerja di rumah perawatan lansia.

Mereka mengajukan permanent resident di tahun 2015 dan selama menunggu proses banding mereka mendapatkan bridging visa, namun mereka tidak boleh bekerja sampai Menteri Coleman membuat keputusan akhir.

Jangchu Pelden mengatakan, meski AAT menyebut anaknya akan menjadi beban negara dari sisi perawatan kesehatan, Kinley tidak pernah sekalipun mendatangi dokter di Australia selain untuk melakukan pengecekan pendengaran tahunan.

Meski hanya Kinley satu-satunya yang tidak memenuhi persyaratan visa, menurut aturan imigrasi di Australia, seluruh keluarga akan dideportasi.

"Australia sudah menjadi rumah bagi kami. Australia adalah rumah kami. Jika kembali, kami harus memulai lagi semuanya dari awal," ujar Jangchu.

Baca juga: PBB Kecewa India Deportasi Tujuh Warga Rohingya ke Myanmar

Kakak Kinley yang berusia 17 tahun, Tenzin Jungney adalah murid Kelas 11 Sekolah Menengah Queanbeyan dan berharap masuk Australian National University (ANU) untuk jurusan hukum internasional dan mungkin menjadi dokter atau belajar studi internasional.

"Ini sangat menakutkan. Separuh dari hidup saya sudah saya habiskan di Australia. Saya pada dasarnya sudah beradaptasi dengan budaya dan masyarakat Australia," kata Jungney.

"Karena ada perbedaan besar antara masyarakat Australia dan masyarakat Bhutan, perubahan mendadak ini mungkin akan berdampak besar bagi saya."

"Saya ingin mendapat kesempatan untuk tinggal di sini dan menunjukkan bahwa kami bisa berhasil," tambahnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com