TOKYO, KOMPAS.com - Satu bulan jelang turunnya Kaisar Jepang Akihito, "Negeri Sakura" akan mengungkap nama era baru yang akan mengantarkan putra kaisar dalam Takhta Bunga Krisan.
Bagi orang lain, mungkin pengumuman nama era baru itu terlihat sepele.
Tapi bagi orang Jepang, itu merupakan peristiwa besar yang akan ditandai dengan edisi surat kabar khusus, acara kaligrafi, dan perayaan publik.
Baca juga: Fenomena 600.000 Orang Tua di Jepang yang Hidup Mengasingkan Diri
Melansir kantor berita AFP, Senin (1/4/2019), meski memakai kalender Gregorian secara luas, Jepang merupakan satu-satunya negara yang masih menggunakan kalender kekaisaran bergaya China untuk dokumen pribadi dan publik serta pencatatan dalam komputer.
Dengan demikian, nama era baru memliki dampak besar pada kehidupan sehari-hari.
Penduduk Jepang sedang berdebar-debar menantikan era apa yang akan menggantikan era kekuasaan Akahito, Heisei, yang berarti perdamaian di mana-mana.
Pembicaraan seputar nama era baru telah berlangsung selama berbulan-bulan. Penamaan itu harus memiliki makna positif dan ideal bagi rakyat Jepang.
Seleksi final nama era akan digelar pada Senin (1/4/2019) oleh panel terdiri dari 9 anggota termasuk ilmuwan penemang Nobel Shinya Yamanaka.
Nama baru harus mematuhi pedoman yang ketat, terdiri dari dua huruf kanji, mudah dibaca dan ditulis, dan tidak menggunakan nama umum.
Nama baru ini juga tidak mungkin dimulai dengan huruf pertama dari empat era terakhir, Heisei, Showa, Taisho, dan Meiji.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.