Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ribuan Anggota ISIS dari 54 Negara yang Ditahan SDF Kini Bak "Bom Waktu"

Kompas.com - 24/03/2019, 19:24 WIB
Veronika Yasinta

Penulis

Sumber AFP

BAGHOUZ, KOMPAS.com - Pasukan Demokratik Suriah (SDF) memperingatkan terlepas dari benteng terakhir ISIS yang telah ditaklukan, ribuan anggotanya yang berasal dari negara asing bak bom waktu yang harus segera "dijinakkan" oleh dunia.

Diwartakan kantor berita AFP, para pemimpin dunia memang dengan segera menyambut pengumuman ISIS sudah dikalahkan.

Namun ketika SDF menyapu desa Baghouz, Suriah, hingga hancur, masalah ribuan anggota ISIS dari 54 negara asing yang kini ditangkap dinilai masih menimbulkan ancaman.

Baca juga: Trump Yakin ISIS Masih Jadi Ancaman

"Ada ribuan anggota, anak-anak, dan perempuan dari 54 negara, tidak termasuk Irak dan Suriah, yang menjadi beban serius dan bahaya bagi kami dan masyarakat internasional," kata Abdel Karim Omar, juru bicara urusan luar negeri pasukan Kurdi itu.

"Jumlahnya meningkat secara besar-besaran selama 20 hari terakhir dari operasi Baghouz," katanya.

Operasi itu menyebabkan ribuan orang meninggalkan tempat perlindungan terakhir mereka. Sementara, beberapa anggota ISIS melarikan diri, banyak yang memilih tinggal, menyerah, atau bertempur sampai mati.

Menurut pasukan yang dipimpin AS itu, 66.000 orang telah meninggalkan wilayah kantong terakhir ISIS sejak Januari lalu, termasuk 5.000 anggota ISIS dan 24.000 kerabat mereka.

Serangan SDF sempat dihentikan beberapa kali karena membuka koridor kemanusiaan bagi orang-orang untuk dievakuasi.

Bendera Pasukan Demokratik Suriah (SDF) dibentangkan di Baghouz, desa terpencil dekat perbatasan Irak. Bendera itu ditempatkan sebagai tanda kemenangan atas Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) pada Sabtu (23/3/2019).via Sky News Bendera Pasukan Demokratik Suriah (SDF) dibentangkan di Baghouz, desa terpencil dekat perbatasan Irak. Bendera itu ditempatkan sebagai tanda kemenangan atas Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) pada Sabtu (23/3/2019).

"Teroris masa depan"

Pemerintahan otonomi Kurdi yang secara de facto berada di timur laut Suriah mengaku tidak memiliki kapasitas penahanan untuk banyak orang, apalagi mengadili mereka.

Banyak dari negara-negara asal anggota ISIS yang enggan menerima mereka kembali karena risiko keamanan potensial dan reaksi publik.

Beberapa bahkan mencabut kewarganegaraan anggota ISIS yang ditahan di Suriah.

"Harus ada koordinasi antara kami dan komunitas internasional untuk mengatasi bahaya ini," ucap Omar.

"Ada ribuan anak yang dibesarkan dengan ideologi ISIS," lanjutnya.

"Jika anak-anak ini tidak dididik ulang dan diintegrasikan kembali ke masyarakat, mereka adalah calon teroris di masa depan," imbuhnya.

Sementara itu, Presiden AS Donald Trump menyambut baik kekalahan kelompok ISIS setelah perjuangan selama lima tahun. Meski demikian, pria berusia 72 tahun itu menyebut kelompok ekstremis tersebut tetap menjadi ancaman.

"Kami akan tetap waspada, sampai akhirnya kalah di mana pun kelompok itu beroperasi," katanya.

Baca juga: Setelah Dinyatakan Kalah, Akankah Ancaman ISIS Sepenuhnya Hilang?

"Kami akan terus bekerja dengan mitra dan sekutu kami untuk menghancurkan teroris radikal," tuturnya.

Trump juga punya pesan khusus bagi kaum muda setelah ISIS dikalahkan.

"Kepada semua orang muda di internet yang percaya pada proganda ISIS, Anda akan mati jika bergabung," katanya.

"Sebaliknya, pikirkan tentang menjalani kehidupan yang hebat," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber AFP
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com