BERN, KOMPAS.com - Sebuah amplop agak tebal tebal mendarat di Sierre, provinsi Wallis, Swiss Barat.
Budiono, penerimanya, membuka amplop itu dengan hati hati. Setelah membaca secarik kertas petunjuk cara pencoblosan lewat pos, malam itu juga, laki laki pengemar rujak ini, langsung mencoblosnya.
Satu kertas suara untuk calon anggota DPR, satu suara lagi untuk calon presiden dan wakil presiden mendatang.
Baca juga: Begini Metode Pemungutan Suara Pemilu di Luar Negeri
Keesokan harinya, Budiono tinggal mencemplungkannya ke kotak pos warna kuning di dekat apartemennya.
"Beres sudah, tinggal menunggu hasilnya,“ katanya.
Ringkas, gampang, dan cepat.
Dibalik kemudahan yang dirasakan Budiono, ternyata terdapat pekerjaan luar biasa rumitnya.
Syah Illenez Aninda, Ketua Panitia Pemilu Luar Negeri (PPLN) Swiss, mengaku cukup kesulitan dengan pendataan calon pemilih.
"Bisa kerja sampai dini hari, bahkan pas hari libut juga harus kerja, rumitlah," katanya ketika dihubungi Kompas.com.
Akurasi jumlah calon pemilih di Swiss dan Liechtenstein terbilang buruk. Pemilu lima tahun silam, dari 2.000-an jumlah WNI yang menetap di kedua negara itu, hanya 500-an yang terdaftar. Tidak sampai 25 persen dari jumlah data warga Indonesia di Swiss.
KBRI Bern sendiri, meski memiliki daftar resmi warga Indonesia yang menetap di Swiss, tidak bisa menjamin penuh keakuratan datanya.
Setiap kali ada kegiatan yang memerlukan surat menyurat, dari 2.000 amplop yang dikirim, lebih separuhnya balik ke KBRI Bern.
Saat ini, KBRI Bern lebih memilih mengundang melalui media sosial ketimbang surat menyurat lewat pos konvesional.
Baca juga: Bawaslu Nilai Pemilu di Luar Negeri Relatif Aman, Tak Rawan Gangguan
Untuk perayaan hari kemerdekaan misalnya, 2.000-an warga Indonesia di Swiss, diundang lewat media sosial ciptaan Mark Zuckerberg.
"Hanya undangan khusus, kami masih pakai surat menyurat," ujar salah satu diplomat KBRI Bern.