JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi telah menjadwalkan agenda sidang pleno uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Rencananya, sidang perdana akan digelar pada 25 Maret 2019.
"Begitu didaftarkan, langsung kami registrasi, digelar rapat dan sudah ditentukan jadwal sidangnya. Dua minggu sejak didaftarkan akan digelar sidang perdana," ujar Juru Bicara MK jar Laksono di Gedung MK Jakarta, Jumat (22/3/2019).
Pemohon dalam uji materi ini adalah Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) yang diwakili oleh Titi Anggraini, pendiri dan peneliti utama Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) Hadar Nafis, dan Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari.
Kemudian, terdapat pula dua orang warga binaan di Lapas Tangerang, yaitu Augus Hendy dan A. Murogi bin Sabar, serta dua karyawan, Muhamad Nurul Huda dan Sutrisno.
Baca juga: Jumlah Pemilih yang Pindah TPS Capai 669.737 Orang
Menurut Fajar, waktu persidangan akan bergantung proses pemberian keterangan dari pihak terkait. Selain pemohon, hakim MK akan mendengar keterangan pembuat undang-undang, yakni DPR dan Pemerintah.
Para pemohon menguji Pasal 210 ayat (1), Pasal 350 ayat (2), Pasal 383 ayat (2), Pasal 348 ayat (4) dan ayat (9).
Pasal 210 ayat (1) UU Pemilu mengatur tentang pendaftaran ke Daftar Pemilih Tetap Tambahan (DPTb) hanya dapat diajukan paling lambat 30 hari sebelum pemungutan suara.
Padahal, pemohon menilai alasan untuk masuk dalam DPTb tidak dapat terduga.
Baca juga: Polemik Surat Suara untuk Pemilih Pindah TPS, Mendagri Sarankan Lewat PKPU
Kemudian, Pasal 350 ayat (2) UU Pemilu menjabarkan tentang lokasi Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Pemohon pun meminta dibuatkan TPS khusus untuk mengakomodasi pemilih dengan kebutuhan khusus, misalnya pemilih yang sedang menjalankan tugas, di rumah sakit, di panti sosial, dan di rumah tahanan.
Lalu, Pasal 383 ayat (2) mengatur tentang penghitungan suara yang harus selesai di hari yang sama dengan proses pemungutan.
Pemohon meminta agar ada solusi hukum untuk mengantisipasi penghitungan suara yang berjalan lebih lama, mengingat terdapat lima kertas suara pada pemilu serentak ini.
Berikutnya adalah Pasal 348 ayat (4) UU Pemilu. Pasal tersebut mengatur tentang pindah memilih.
Menurut pemohon, pemilih yang pindah memilih berpotensi kehilangan suaranya dalam Pemilihan Legislatif (Pileg).
Pasal terakhir yang diujikan adalah Pasal 348 ayat (9), terkait penggunaan e-KTP untuk memilih. Pemohon menilai, hal itu membuat pemilih yang tidak memiliki e-KTP dengan jumlah sekitar 4 juta orang berpotensi kehilangan suara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.