Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dilaporkan ke Bawaslu karena Disebut Biarkan Hoaks, Ini Penjelasan Ma'ruf Amin

Kompas.com - 22/03/2019, 10:37 WIB
Jessi Carina,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Calon wakil presiden nomor urut 01 Ma'ruf Amin mempertanyakan pelaporan terhadapnya ke Badan Pengawas Pemilu atas tuduhan membiarkan penyebaran hoaks yang merugikan pasangan calon nomor urut 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

Sebelumnya, beredar sebuah video yang viral di media sosial dengan durasi 1 menit 25 detik.

Dalam video itu, pada sebuah acara, ada seseorang yang berbicara mengajak masyarakat ikut memenangkan Ma'ruf Amin pada Pilpres 2019

Jika tidak, Nahdlatul Ulama akan menjadi fosil di masa depan. Selain itu, jika  Ma'ruf Amin kalah maka tidak akan ada lagi Hari Santri Nasional dan zikir di Istana. Diduga, Ma'ruf juga hadir dalam acara tersebut.

Baca juga: Maruf Amin Dilaporkan ke Bawaslu karena Dianggap Biarkan Hoaks yang Rugikan Prabowo-Sandi

Menurut Ma'ruf, laporan terkait video yang viral tersebut tidak tepat.

"Menurut saya ya itu tidak tepat kalau dianggap melanggar kan bukan di tempat terbuka, belum mengajak orang," ujar Ma'ruf melalui keterangan tertulis, Jumat (22/3/2019).

Ma'ruf menyampaikan ini di sela-sela kunjungannya ke Samarinda. Dia menjelaskan pertemuan dalam video itu adalah pertemuan internal antara kiai. Dalam pertemuan semacam itu, kata dia, wajar jika antara sesama kiai saling bertukar pandangan.

Ma'ruf mengatakan sesama ulama bukan saling menceramahi melainkan saling mengingatkan.

"Itu pertemuan di internal. Di dalam rumah kan itu bukan di luar, pertemuannya sesama kiai. Nah kiai ketika masing-masing menyambut itu saling memberikan warning, jangan sampai terjadi ini," kata Ma'ruf.

Dia bersikap diam karena merasa pertemuan dalam video itu tidak termasuk kategori penyebaran hoaks.

"Apa salah saya? Kalau kenapa saya diam saja, karena menurut saya itu bukan sesuatu hal yang melanggar," ujar dia.

Ma'ruf mengatakan apa yang disampaikan seorang ulama dalam video itu adalah bentuk kekhawatiran tentang potensi penggurusan Islam rahmatan lil alamin, Islam Ahlussunah Wal Jamaah, dan Islam moderat.

Menurut Ma'ruf, itu adalah paham yang diikuti Nahdlatul Ulama (NU) yang dianggap paling cocok dengan Indonesia. Para ulama dalam video itu berharap persoalan politik tidak merusak paham-paham Islam ini.

"Jadi ini semacam antisipasi, jadi bukan menceritakan kebohongan tapi sesuatu yang ke depan," kata dia.

Adapun, Ma'ruf dilaporkan oleh seorang warga bernama Wahid Hasyim. Ia didampingi Koordinator Advokat Peduli Pemilu (Apelu) Papan Sapari.

"Kami melaporkan Ma'ruf karena telah membiarkan hoaks yang sudah berkembang. Pembiaran hoaks itu terjadi dalam sebuah pengajian yang dihadiri Ma'ruf, dan saat itu seorang ustaz mengatakan tidak ada lagi zikir dan tahlil di Istana," ujar Papan di Kantor Bawaslu, Jakarta Pusat, Kamis (21/3/2019).

Papan menegaskan, pembiaran yang diduga dilakukan oleh Ma'ruf tidak elok karena yang bersangkutan saat ini sedang menjadi cawapres.

Dalam kasus ini, pelapor menyertakan video dan beberapa berita dari media daring guna dijadikan sebagai bukti pelaporan ke Bawaslu.

Menurut pelapor, Ma'ruf diduga telah melanggar Pasal 280 ayat 1 huruf C dan D Jo. Pasal 521 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com